Pendidikan (education) merupakan satu dari beberapa pengaturan urusan-urusan negara, jadi urusan pendidikan tidak bisa terlepaskan dari urusan negara. Termasuk segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan, baik sarana-prasarana maupun para pengajarnya harus efisien. Karena sarana-prasarana dan para pengajarlah yang dapat menentukan mutu pendidikan.
Melihat pentingnya sarana-prasarana bagi proses pendidikan, maka harus selalu terpenuhi. Sarana-prasarana tersebut meliputi: laboratorium bahasa, laboratorium IPA, laboratorium komputer, lapangan, koperasi, dan juga perpustakaan yang terdapat berbagai buku penunjang. Dari adanya sarana-prasarana tersebut diharapkan siswa dapat memanfaatkanya dengan baik. Dan seandainya salah satu dari saran-prasarana tersebut yang tidak terpenuhi, maka proses pendidikan akan kurang efisien. Misalnya saja, kita bisa lihat sekarang perpustakaan yang sudah tersedia pada tiap-tiap lembaga pendidikan jumlahnya sangat minim. Walaupun negara sudah turun tangan dalam hal itu tetap saja buku yang dibutuhkan para pelajar dirasa kurang cukup, karena jumlah buku yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah banyaknya siswa. Padahal buku merupakan sarana yang paling pokok dalam proses belajar mangajar. Coba bayangkan, seandainya saja siswa sekedar mendapat keterangan dari guru dan apa yang tertera di papan tulis tanpa ia membaca atau paling tidak pernah melihat di buku yang ia miliki, maka yang terjadi para siswa tidak mampu memahami materi yang diberikan. Jika buku-buku tersebut dibebankan pada masing –masing siswa, maka kemungkinan besar siswa tidak akan mampu membeli. Hal itu dikarenakan biaya sekolah dari tahun-ketahun semakin bertambah mahal.
Pada tahun 2009 ini negara menjanjikan sekolah gratis untuk tingkatan SD dan SMP, faktanya janji tersebut hanya berlaku untuk sekolah negeri saja. Padahal tidak semua siswa tertampung di sekolah negeri, Banyak dari mereka yang sekolah di swasta. Untuk itu tentu mereka harus keluar biaya mulai dari uang masuk, seragam sekolah, uang gedung dan buku-buku yang harganya semakin mahal. Buku paket yang digunakan para siswa sekarang harganya kurang-lebih berkisar Rp.20.000 hingga Rp.40.000 tinggal dikalikan berapa uang yang dikeluarkan untuk membeli buku tiap mata pelajaran yang dibutuhkan siswa.
Untuk belajar di sekolah yang berkualitas, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Seakan-akan sekolah yang berkualitas hanya dimiliki orang-orang yang berduit. Inilah gambaran pendidikan formal di negeri ini.
Ada orang yang mengatakan “putus sekolah bukan berarti kiamat” yang dimaksud dengan kata diatas adalah: walaupun kita tidak bersekolah, pendidikan itu bisa kita dapatkan. Karena pendidikan bukan hanya didapatkan di sekolah saja. Kita bisa belajar di rumah, baca-baca buku, dan juga bisa mengunjungi perpustakaan yang ada di daerah maupun kota. Hal itu memang benar, orang yang tidak sekolah bisa saja menjadi pintar. Kalau saja orang tersebut masih mempunyai minat belajar dan mambaca yang tinggi.
Dengan banyak membaca, informasi yang kita dapatkan akan semakin bertambah. Pemikiran kita akan semakin terarah dan semakin tajam. Dengan melakukan kegiatan yang positif itu, otomatis sumber daya manusia (SDM) bangsa ini akan maju. Bukankah pembangunan negara dilihat dari sumber daya manusianya??. Masyarakatlah yang bisa manentukan perkembangan pembangunan suatu negara. Seandainya suatu negara semua masyarakatnya mampunyai rasa cinta akan ilmu maka negara tersebut tidak gampang di jajah oleh asing.
Tetapi ironisnya yang terlihat di lapangan, untuk melakukan usaha itu semua harus melalui berbagai syarat. Ingin masuk ke perpustakaan saja masyarakat harus terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat tertentu. Kalau masyarakat tidak mempunyai kartu anggota, ia harus membayar uang sesuai dengan peraturan yang di tentukan. Jangka waktu peminjaman dan banyaknya buku yang di pinjam pun sangat terbatas. waktunya paling maksimal seminggu. Belum lagi buku yang dibutuhkan pengunjung tidak tersedia di perpustakaan tersebut. Padahal perpustakaan adalah surga bagi pencinta ilmu.
Perlu kita ketahui bahwa, kesehatan, jalan raya, keamanan, dan lain-lain semua itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah bertugas mengurusi urusan masyarakat termasuk juga pendidikan. Seharusnya semua lapisan masyarakat memiliki hak untuk melaksanakan pendidikan secara Cuma-Cuma dari pemerintah. Negaralah yang mengfasilitasi semua itu, dan biayanya diambil dari kas negara. Tetapi masalahnya sekarang apakah negeri kita mempunyai kas sebanyak itu??.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Hasil laut yang melimpah, tanah yang subur, dan berbagai barang tambang tertanam di bumi pertiwi ini. Di lihat secara kasat mata Indonesia memang sebuah negeri yang amat kaya dengan berbagai potensi sumber daya alamnya. Tentunya dengan potensi sumber daya alam yang besar tersebut negara bisa membiayai semua kebutuhan masyarakat. Tetapi, pada kenyataanya Indonesia bukanlah negeri yang kaya melainkan sebuah negeri yang amat miskin, baik di lihat dari ekonominya maupun sumberdaya manusianya. Masyarakat Indonesia belum bisa dikatakan sebagai masyarakat yang sejahtera. Masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Terkesan negeri Indonesia sudah mati, sekarang pemerintah tidak lagi sungguh-sungguh dalam menjalankan fungsinya. Akibatnya, apa yang menjadi tujuan negara tidak terlaksana, seperti: menjamin kesejahtraan dan keamanan masyarakat semakin jauh dari harapan. Rakyat dibiarkan mengurusi urusanya sendiri, dan negara cenderung lepas tangan. Banyak anak terkena busung lapar dan kekurangan gizi. Tidak terhitung masyarakat yang menahan rasa sakit karena tidak mempunyai biaya untuk berobat ke rumah sakit. Lihat pula banyak anak-anak yang putus sekolah lantaran kehabisan biaya. Mengapa semua ini bisa terjadi??. Dimanakah kekayaan alam kita yang amat banyak itu?. Tidak pantaskah kita untuk menikmatinya.
Akibat diterapkanya ekonomi kapitalis kekayaan alam di negeri ini hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang sebagaian besarnya bahkan dinikmati oleh pihak asing. Contohnya: di Papua, kekayaan tambang emasnya setiap tahun menghasilkan uang sebesar Rp 40 triliun. Sayangnya kekayaan tersebut 90% di nikmati oleh perusahaan asing (PT Freeport) yang lebih dari 40 tahun mengusai tambang ini. Gaji seorang CEO PT Freeport Indonesia mencapai sekitar Rp 432 miliar pertahun.(Rp 36 miliar perbulan atau rata-rata Rp 1.4 miliar perhari). Padahal rakyat yang ada di Papua sendiri hingga saat ini berpenghasilan Rp 2 juta pertahun (Rp 167 ribu) perbulan. Pemerintah Indonesia pun hanya mendapatkan loyalti dan pajak yang tidak seberapa di banding yang di hasilkan PT freeport yang sangat besar itu.
Di Kaltim, batu bara diproduksi sebanyak 52 juta meter kubik pertahun; emas 16,8 ton pertahun; perak 14 ton pertahun; gas alam 1.650 miliar meter kubik pertahun (2005); minyak bumi 79.7 juta barel pertahun, dengan sisa cadangan masih sekitar 1.3 miliar barel. Namun, dari sekitar 2.5 juta penduduk kaltim, sekitar 313.040 orang (12.4 persen) tergolong miskin.
Di Aceh, cadangan gasnya mencapai 17.1 triliun kaki kubik. Hingga tahun 2002, sudah 7% cadangan gas di wilayah ini di kuras oleh PT Arun LNG dengan operator PT Exxon mobile oil yang sudah berdiri sejak 1978. Namun, Aceh menempati urutan ke-4 sebagai daerah termiskin di Indonesia. Jumlah penduduk miskinya sekitar 28.5 %.
Sungguh ironis tinggal di negeri kaya tapi miskin. Lantaran menjadi korban dari jajahan pihak asing yang ingin manguasai harta negeri ini. Selanjutnya apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan bangsa ini?. Sebagai genarasi muda haruskah kita diam dengan semua ini???. Marilah kita sama-sama mencari solusi, bagaimana agar ekonomi bangsa ini bisa stabil dan pendidikan bisa murah bahkan gratis.
Dengan sedikit paparan di atas, jelas bahwa semua kalangan telah menghendaki kesejahtraan. Sebenarnya solusinya tidak terlalu rumit, kalau saja pemerintah mau melaksanakanya. Dengan mengambil kembali semua tambang yang telah di privatisasi, dan dikelolah sendiri oleh negeri ini untuk kepentingan masyarakat. Dengan usaha yang keras, Insya Allah masyarakat Indonesia akan sejahtera. Cara seperti ini dirasa bukanlah sebuah ilusi. Karena dapat di pikirkan secara rasional. Ambillah contoh yang ringan saja. Seumpama kita menjual barang mentah kepada seseorang tentu harganya relatif lebih murah dibandingkan kita membeli bahan yang sudah jadi. Begitu juga dengan minyak gas misal, Indonesia menjual mentahnya dengan harga sekian. Tetapi setelah minyak gas itu sudah jadi atau bisa dikonsumsi, tentu Indonesia membelinya kembali dengan harga yang lebih mahal.
Dari hasil pejualan berbagai hasil tambang yang sudah di kelolah oleh negara. Negara bisa mengumpulkan investasi yang banyak. Dan hasilnya bisa digunakan untuk membiayai semua kebutuhan masyarakat. Negara bisa mengsubsidi pendidikan, kesehatan ,dan semua layanan yang di butuhkan oleh masyarakat. Dari situ buku, dan apapun ayng termasuk dalam sarana pendidikan akan bisa di dapatkan dengan murah bahkan akan disediakan negara dangan Cuma-Cuma.
0 comments:
Post a Comment