Imam Mawardi membagi lembaga-lembaga kekuasaan dibawah khalifah atas :
1. Kekuasaan (wilayat) umum dalam lapangan umum.
2. Kekuasaan (wilayat) umum dalam lapangan khusus.
3. Kekuasaan (wilayat) khusus dalam lapangan umum.
4. Kekuasaan (wilayat) khusus dalam lapangan khusus.
Pembagian Mawardi diatas harus dipahami dalam kerangka bahwa khalifah merupakan institusi tertinggi dalam negara, meskipun tidak secara serta merta bisa bertindak otoriter, karena kedaulatan tetap di tangan rakyat didalam bingkai nilai-nilai syariat.
Yang dimaksud oleh Mawardi dengan kekuasaan umum dengan lapangan umum adalah kementerian (al-wizarat). Kekuasaannya dikatakan umum karena meliputi suatu masalah secara umum. Lapangannya dikatakan umum karena meliputi seluruh negeri.
Yang dimaksud dengan kekuasaan umum dengan lapangan khusus adalah kegubernuran (kekuasaan daerah otonomi). Kekuasaannya dikatakan umum karena menyangkut segenap masalah dalam daerah otonomimya, namun lapangannya khusus karena kekuasaan tersebut hanya meliputi daerah otonominya saja.
Yang dimaksud dengan kekuasaan khusus dengan lapangan umum adalah lembaga-lembaga semacam Mahkamah Agung, Panglima Besar Angkatan Perang, dan Lembaga Pengendali Keuangan Negara. Kekuasaan mereka dikatakan khusus karena hanya menangani masalah-masalah khusus. Lapangannya dikatakan umum karena meliputi segenap negeri.
Sedangkan yang dimaksud dengan kekuasaan khusus dengan lapangan khusus adalah lembaga-lembaga semacam Pengadilan Daerah, Lembaga Keuangan Daerah, Lembaga Militer Daerah, dan berbagai lembaga serupa yang ada di tingkat daerah / negara bagian.
Pembagian Mawardi diatas cukup sistematis. Namun lagi-lagi perlu ditegaskan, konteks yang dipakai adalah khalifah sebagai institusi tertinggi. Poin ini perlu ditegaskan karena di era modern telah muncul model kekuasaan dimana kepala negara bukanlah institusi tertinggi. Sebut saja sistem negara parlemen. Dalam sistem ini, parlemen merupakan institusi tertinggi dan bukan kepala negara.
Bagaimanakah keberadaan parlemen menurut Islam ? Dalam sistem Islam terdapat suatu lembaga yang mirip dengan parlemen, yang sering disebut sebagai ahlul hall wal ‘aqd. Namun lembaga ini tidaklah sama persis dengan parlemen. Ahlul hall wal ‘aqd hanya bertugas untuk menetapkan atau menurunkan khalifah (termasuk juga mengontrol khalifah), tidak lebih dari itu. Artinya, tatkala khalifah sudah terpilih dan dia sanggup berlaku adil maka ahlul hall wal ‘aqd seolah-olah tidak diperlukan lagi. Ahlul hall wal ‘aqd akan diperlukan lagi ketika khalifah tidak berlaku adil atau ketika khalifah perlu diturunkan. Jadi, institusi tertinggi adalah khalifah, namun pada suatu saat institusi tertinggi bisa diambil alih oleh ahlul hall wal ‘aqd, yang pada dasarnya berarti diambil alih oleh rakyat.
Adapun mengenai kekuasaan yudikatif, agaknya hampir setiap sistem negara (termasuk sistem Islam) menempatkannya dalam posisi independen. Hal ini adalah niscaya karena hukum harus ditempatkan dalam posisi tertinggi, untuk menjamin keadilan bagi semuanya.
1. Kekuasaan (wilayat) umum dalam lapangan umum.
2. Kekuasaan (wilayat) umum dalam lapangan khusus.
3. Kekuasaan (wilayat) khusus dalam lapangan umum.
4. Kekuasaan (wilayat) khusus dalam lapangan khusus.
Pembagian Mawardi diatas harus dipahami dalam kerangka bahwa khalifah merupakan institusi tertinggi dalam negara, meskipun tidak secara serta merta bisa bertindak otoriter, karena kedaulatan tetap di tangan rakyat didalam bingkai nilai-nilai syariat.
Yang dimaksud oleh Mawardi dengan kekuasaan umum dengan lapangan umum adalah kementerian (al-wizarat). Kekuasaannya dikatakan umum karena meliputi suatu masalah secara umum. Lapangannya dikatakan umum karena meliputi seluruh negeri.
Yang dimaksud dengan kekuasaan umum dengan lapangan khusus adalah kegubernuran (kekuasaan daerah otonomi). Kekuasaannya dikatakan umum karena menyangkut segenap masalah dalam daerah otonomimya, namun lapangannya khusus karena kekuasaan tersebut hanya meliputi daerah otonominya saja.
Yang dimaksud dengan kekuasaan khusus dengan lapangan umum adalah lembaga-lembaga semacam Mahkamah Agung, Panglima Besar Angkatan Perang, dan Lembaga Pengendali Keuangan Negara. Kekuasaan mereka dikatakan khusus karena hanya menangani masalah-masalah khusus. Lapangannya dikatakan umum karena meliputi segenap negeri.
Sedangkan yang dimaksud dengan kekuasaan khusus dengan lapangan khusus adalah lembaga-lembaga semacam Pengadilan Daerah, Lembaga Keuangan Daerah, Lembaga Militer Daerah, dan berbagai lembaga serupa yang ada di tingkat daerah / negara bagian.
Pembagian Mawardi diatas cukup sistematis. Namun lagi-lagi perlu ditegaskan, konteks yang dipakai adalah khalifah sebagai institusi tertinggi. Poin ini perlu ditegaskan karena di era modern telah muncul model kekuasaan dimana kepala negara bukanlah institusi tertinggi. Sebut saja sistem negara parlemen. Dalam sistem ini, parlemen merupakan institusi tertinggi dan bukan kepala negara.
Bagaimanakah keberadaan parlemen menurut Islam ? Dalam sistem Islam terdapat suatu lembaga yang mirip dengan parlemen, yang sering disebut sebagai ahlul hall wal ‘aqd. Namun lembaga ini tidaklah sama persis dengan parlemen. Ahlul hall wal ‘aqd hanya bertugas untuk menetapkan atau menurunkan khalifah (termasuk juga mengontrol khalifah), tidak lebih dari itu. Artinya, tatkala khalifah sudah terpilih dan dia sanggup berlaku adil maka ahlul hall wal ‘aqd seolah-olah tidak diperlukan lagi. Ahlul hall wal ‘aqd akan diperlukan lagi ketika khalifah tidak berlaku adil atau ketika khalifah perlu diturunkan. Jadi, institusi tertinggi adalah khalifah, namun pada suatu saat institusi tertinggi bisa diambil alih oleh ahlul hall wal ‘aqd, yang pada dasarnya berarti diambil alih oleh rakyat.
Adapun mengenai kekuasaan yudikatif, agaknya hampir setiap sistem negara (termasuk sistem Islam) menempatkannya dalam posisi independen. Hal ini adalah niscaya karena hukum harus ditempatkan dalam posisi tertinggi, untuk menjamin keadilan bagi semuanya.