Kronologi Pembunuhan Letkol (mar) Purwanto
Sebelum skenario membuang mayat di jurang Songgoriti, Malang, pagi itu (13 Agustus 1988), lima orang keluar dari sebuah rumah di Kupang Gunung Timur, Surabaya. Mereka adalah Djais Adi Prayitno, 54; didampingi istri, Sumiarsih, 40; Daim, 27; Nano; Sugeng (anak Sumiarsih), 24; dan Serda Pol Adi Saputra (menantu Prayitno).
Dari rumah Prayit -panggilan Djais Adi Prayitno- mereka naik Suzuki Carry menuju rumah Letkol Marinir Purwanto di Dukuh Kupang Timur XVII. Waktu berada di mobil yang dikemudikan Daim itu, Prayitno membagikan alu (antan) dan kaus tangan kepada Adi Saputra, Sugeng, Nano, dan Daim.
Sebelum sampai di rumah Purwanto, mobil tersebut berputar-putar. Sebab, saat itu banyak anak bermain voli di depan rumah Purwanto. Prayit merasa tidak aman apabila banyak orang di depan rumah korban.
Beberapa bulan sebelumnya, Purwanto dan Prayit memang dekat. Bahkan, pembangunan rumah Purwanto di Dukuh Kupang Timur itu pun dipercayakan kepada Prayit. Tapi, hubungan kedua sahabat itu agak renggang karena Purwanto sering menagih utang Prayit sebesar Rp 36 juta.
(Bagi warga Gang Dolly, lokalisasi terkenal di Surabaya, Prayit bukan nama yang asing. Dia germo di kompleks pelacuran itu. Sejak sebelum 1980, Prayit sudah tinggal di kawasan lampu merah itu).
Sekitar pukul 10.00, rombongan tersebut sampai di rumah Purwanto. Kedatangan mereka dianggap kunjungan biasa. Karena itu, kepala Primkopal (koperasi milik Angkatan Laut) yang sedang menunggu kelahiran anak keempat pun menemui mereka di ruang tamu.
Ruang tamu sedang sepi. Ketiga anak Purwanto tidak ada di rumah. Haryo Bismoko (siswa kelas I SMA Trimurti) dan Haryo Budi Prasetyo (siswa SD kelas VI) sedang bermain di depan rumah. Sementara, Haryo Abrianto mengikuti pendidikan di Akabri. Sunarsih, istri Purwanto yang dalam kondisi hamil, memasak di dapur.
Setelah merasa aman, lima orang tersebut menghabisi Purwanto. Mereka memukul Purwanto dengan palu di bagian belakang kepalanya. Perwira Marinir itu dikabarkan sempat melawan. Sebab, ditemukan memar di beberapa bagian di tubuhnya. Selain itu, tulang iga Purwanto patah.
Tubuh Purwanto dibawa ke garasi. Mendengar keributan itu, Bismoko dan Budi Prasetya pun menuju garasi. Di sana mereka dipukul Adi Saputra. Ternyata dia malah berlarian sambil berteriak. Salah satu dari mereka kemudian ditangkap dan dipukul Sugeng.
Sunarsih mendengar keributan itu. Bersama Sumaryatun, keponakan Purwanto, dia masuk garasi. Di belakang mereka Prayit dan Sumiarsih sudah berjaga-jaga. Selanjutnya, Adi dan Sugeng menyambut Sunarsih. Mereka berdua mencekik Sunarsih dengan alu.
Sementara, Daim kebagian membunuh Sumaryatun. Lengkap sudah. Kelima korban tersebut tewas seketika. Lima orang itu pun menyeret lima tubuh tak bernyawa ke garasi. Mereka memasukkannya ke mobil Daihatsu Taft milik korban.
Dari rumah, mobil berisi mayat itu dibawa dua orang (Adi dan Sugeng) ke daerah Songgoriti, Batu. Mobil dan kelima jenazah tersebut dibuang ke dalam jurang yang cukup dalam di Songgoriti-Batu-malang, seakan-akan korban kecelakaan. Malamnya, ketika kabar kecelakaan tersebut menyebar, Prayit menyiapkan skenario lain.
Kualifikasi Perbuatan Pidana
Pada peritiwa diatas melihat kronologis yang ada, perbuatan tersebut termasuk tindak pidana pembunuhan yang mana perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan/merampas jiwa orang lain. Oleh karena perbuatan pembunuhan tersebut tersusun dengan tertib dengan adanya perencanaan terlebih dahulu maka pembunuhan tersebut bukan termasuk pembunuhan biasa pasal 388 tetapi termasuk dalam pembunuhan berencana (moord) menghilangkan nyawa orang lain dengan direncanakan lebih dulu, sesuai yang dijelaskan dalam KUHP pasal 340 yang berbunyi :
Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.
Sebenarnya pasal 340 KUHP sama halnya dengan pasal 388 menjelaskan tentang pembunuhan, tapi terdapat perbenaan dalam hal ini adalah pada pelaksanaan pembunuhan yang dimaksud dalam pasal 338 itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat, sedang dalam pasal 340 pelaksaannya ditangguhkan setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu akan dilaksanakan, sehingga si pelaku masih dapat berfikir, apakah pembunuhan itu diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencanakan dengan cara bagaimana si pelaku melakukan pembunuhan itu.
Jadi sesuai dengan pasal diatas maka pembunuhan yang dilakukan oleh Sumiarsih adalah merupakan tindak pidana pembunuhan berencana, Dikatakan berencara karena sebelum Sumiarsih membunuh korban beserta keluarganya dia merencarakan dengan pikiran yang tenang jernih (masih normal). Seperti yang di jelaskan oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja yang mengutarakan direncanakan lebih dulu adalah :
”Bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk mempertimbangkan, untuk berfikir dengan tenang”
Disinilah dapat kita lihat terdapat dua unsur pembunuhan pertama unsur disengaja melakukan tidak pidana pembunuhan dan yang kedua unsur direncanakan terlebih dahulu. inilah perbedaan pembunuhan yang memberatkan dari tindak pidana pembunuhan yang lain.
Bukan hanya Sumiarsih saja yang melakukan tindak pinda pembunuhan berencana tersebut tetapi juga Djais Adi Prayitno (suami Sumiarsih), Sugeng (anak Sumiarsih), Adi Saputra (menantu Prayitno). Terlibat dalam kasus ini dan juga termasuk melanggar ketentuan tindak pidana dalam pasal 340 KUHP. Sedangkan Nano juga terlibat dalam kasus ini sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, meskipun mereka tidak membunuh tetapi mereka ikut serta dalam merencanakan dan melancarkan pembunuhan tersebut, sesuai bunyi pasal 56 KUHP :
Sebagai pembantu melakukan tindan pidana :
1. Orang yang dengan sengaja membantu waktu kejahatan itu dilakukan;
2. Orang yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Uraian dan pembahasan
a. Penyelidikan
Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menentukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang telah diatur dialam undang-undang.
Melihat kronologis dan kasus yang telah di jelaskan diatas setelah dilakukan penyelidikan oleh pihak penyelidik sesuai ketentuan pasal 5 KUHAP dalam peristiwa tersebut adalah suatu tindak pidana pembunuhan berencana. Bebera unsur dapat dikatakan sebuah tindak pidana pembunuhan berencana pada kasusu diatas adalah sebagai berikut :
a. Unsur subyektif :
1. Dengan sengaja membunuh
2. Dengan rencana terlebih dahulu
b. Unsur subyektif
1. Perbuatan : Menghilangkan nyawa
2. Obyeknya : Nyawa orang lain
Dengan melihat unsur-unsur tindak pidana diatas telah jelas kasus tersebut melanggar ketentuan pidana pasal 340. pembunuhan berencana sebenarnya terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 338 ditambah dengan adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Maka lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam pasal 338 dan 339, diletakkan pada adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu.
Setelah mengetahui beberapa laporan dan pengaduan serta mencari keterangan lain dan barang bukti dan lainnya yang sekiranya itu penting dalam menjalankan proses penyikan, lalu penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana yang telah disebutkan datas tentang peristiwa tersebut agar segera dilakukan penyidikan.
b. Penyidikan
Setelah Pembunuhan itu dirancang cukup apik dan Prayit menyiapkan skenario lain serta mengatakan korban mati bersama keluarganya karena kecelakaan Pujon, Malang. Kabar itu muncul pada malam hari dan pihak penyidik (polisi) masih belum tahu sebelumnya peristiwa tersebut, karena Sebelum mayat dibawa ke rumah duka, Prayit mempersiapkan rumah. Dia membersihkan, menata kursi, dan menyuruh orang-orang mengganti lampu neon. Seakan-akan tidak ada suatu keributan di tempat itu.
Setelah mendengar laporan dan pengaduan dari beberapa pihak bahwa korban meninggal bukan karena kecelakaan, tapi karena benturan benda tumpul di kepala atau pembunuhan, maka polres malang dan polres surabaya bekerjasama mengadakan penyidikan dalam kasus tersebut dengan mengumpulkan informsi dari masyarakat yang telah dijelaskan pasal 7 KUHP dan setempat menggeledah rumah Purwanto (korban) Jl Dukuh Kupang VII No 24 Surabaya. serta rumah Prayitno di Dukuh Kupang Timur XVII selaku pelaku pembunuhan, memeriksa sidik jari yang ada beserta mobil yang ditumpangi si pelaku, sampai pelaku ditangkap.
Melalui proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik (polisi) sehingga memperoleh bahwa peristiwa tersebut adalah pembunuhan yang dilakukan oleh Sumiarsih 40, Djais Adi Prayitno 54; Daim, 27; Nano; Sugeng (anak Sumiarsih), 24; dan Serda Pol Adi Saputra (menantu Prayitno 26. pembunuhan tersebut telah direncanakan sebelumnya.
Dalam rekonstruksi terungkap bahwa sebelum mobil "diterjunkan" ke jurang, seluruh permukaan mobil dan tumpukan lima mayat {Letkol (Mar) Purwanto, Sunarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak), dan Sumaryatun (keponakan)} yang disiram bensin. Sebagai penyulut, Serda (pol) Adi Saputro -menantu Sumiarsih yang sudah dieksekusi mati-menyiapkan obor berupa tangkai kayu yang ujungnya dibalut gombal dan dibasahi bensin.
Caranya, mobil milik Purwanto itu dihentikan di bibir jurang Songgoriti-Batu malang dengan posisi moncong menghadap ke jurang. Mesin dimatikan. Setelah rem tangan dilepas, mobil didorong. Adi Saputro di sebelah kiri dan Sugeng di kanan. Saat didorong, pintu kiri ditutup, dan pintu kanan terbuka lantaran Sugeng harus melepas rem tangan. Saat mobil meluncur, Adi lantas menyulutnya dengan api lewat jendela pintu depan yang kacanya sengaja dibuka.
Begitu mobil terbakar dan meluncur ke jurang, keduanya pergi meninggalkannya. Para pelaku berharap agar skenario seakan-akan Purwanto meninggal karena kecelakaan berlangsung mulus. Mereka kembali ke Surabaya mengendarai Suzuki Carry yang sengaja dibawa dari rumah.
Setelah penyidik memperoleh data-data yang lengkap, penyidik membuat berita acara tentang kasus pembunuhan tersebut sesuai yang telah dijelaskan pada pasal 75 KUHAP, penyidik hanya menyerahkan berkas perkara lalu menyerahkan tanggung jawab atas tersang dan barang bukti kepada penuntut umum.
Perkara di pengadilan
Penuntut umum membuat surat dakwaan yang ditujukan kepada tersangka pembunuhan :
(pertama)Terhadap Sumiarsih, 40; Djais Adi Prayitno, 54; Daim, 27; Nano; Sugeng (anak Sumiarsih), 24; dan Serda Pol Adi Saputra (menantu Prayitno). Bersama-sama mendatangi rumah Purwanto dengan mengendari sebuah mobil Suzuki Carry, setelah sampai dirumah purwanto pagi itu sabtu tanggal 13 Agustus 1988 sekitar jam 10.00, terdakwah sumiarsi cs menghabisi Purwanto. terdakwah sumiarsi cs memukul Purwanto dengan alu di bagian belakang kepalanya. Sampai tulang iga Purwanto patah.
Tubuh Purwanto dibawa ke garasi. Mendengar keributan itu, Bismoko dan Budi Prasetya pun menuju garasi. Di sana mereka dipukul terdakwa Adi Saputra. Ternyata dia malah berlarian sambil berteriak. Salah satu dari mereka kemudian ditangkap dan dipukul oleh terdakwah Sugeng.
Sunarsih mendengar keributan itu. Bersama Sumaryatun, keponakan Purwanto, dia masuk garasi. Selanjutnya, terdakwah Adi saputro dan Sugeng Sunarsih Dengan mencekik Sunarsih sampai meninggal. Dan terdakwah Daim membunuh Sumaryatun. Kelima korban tersebut tewas seketika. Selanjutnya Lima terdakwah menyeret lima tubuh tak bernyawa ke garasi. Mereka memasukkannya ke mobil Daihatsu Taft milik korban. Lalu membuangnya kedalam jurang di daerah Songgoriti Batu – Malang.
Perbuatan terdakwah sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 340 KUHP. “ Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun ”
(Kedua) surat dakwaan ditujukan kepada Nano 27; pada hari sabtu tanggal 13 Agustus 1988 terdakwah nano ikut serta dalam pembunuhan keluarga purwanto, terdakwa juga ikut dalam mobil zuzuki carry yang ditumpangi terdakwa Sumiarsih cs. Terdakwah juga ikut serta dalam pembuangan mayat keluarga purwanto di Songgoriti Batu – Malang dengan mobil yang ditumpanginya. Maka Perbuatan terdakwah sebagaimana diatur dalam pasal pasal 56 KUHP :
Sebagai pembantu melakukan tindan pidana :
1. Orang yang dengan sengaja membantu waktu kejahatan itu dilakukan;
2. Orang yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Dalam pembuatan surat dakwaan diatas telah di tulis lengkap identitas para pihak mulai dari nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka sesuai dalam pasal 143 KUHAP. Jadi peristiwa diatas dapat klasifikasikan perkara yang ada pada pengadilan sebagai berikut :
1. Pembunuhan berencana yang memberatkan yang dilakukan oleh Sumiarsih cs. Pelanggaran tersebut telah melanggar ketentuan pidana dalam pasal 340 KUHP
2. Turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh Nano telah melanggar ketentuan pidana pada pasal 56 KUHP.
Setelah memperhatikan pemeriksaan sidang jaksa penuntut umum kejaksaan negeri surabaya memberikan tuntutan dalam perkara diatas terhadap terdakwah Sumiarsih, 40; Djais Adi Prayitno, 54; Daim, 27; Nano; Sugeng (anak Sumiarsih), 24; dan Serda Pol Adi Saputra (menantu Prayitno) serta memutuskan :
Hukuman mati kepada terdakwa Sumiarsih, Djais Adi Prayitno, dan Sugeng. Dengan putusan Pengadilan Negeri Surabaya No 80/Pid.B/1988 tanggal 29 Februari 1989.
Sedangkan Serda Pol Adi Saputro dijatuhi hukuman mati oleh hakim Mahmil III-12 Surabaya pada 8 November 1988. dan Adi Saputro telah dieksekusi pada 1 Desember 1992 oleh regu tembak anggota Kodam V/Brawijaya.
Yang terakhir adalah Nano 27; mendapatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan putusan 15 tahun penjara yang telah dijelaskan pada pasal 57 KUHP.
Terpidana mati Sumiarsih sempat mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi Jatim justru memperkuat vonis PN Surabaya. Setelah itu mereka mengajukan kasasi ke MA dan ditolak. Grasi I diajukan penasihat hukum dan ditolak Presiden Soeharto (28 Juni 1995), kemudian PK juga ditolak, sehingga grasi II diajukan penasehat hukumnya dan ditolak Presiden Megawati.
Grasi merupakan upaya hukum terakhir yang coba dilakukan Sumiarsih. Banding yang diajukan ke PT Surabaya ditolak melalui putusan No 88/Pid/1989 tertanggal 18 April 1989, disusul penolakan Kasasi oleh MA No 1191 K/Pid/1989 tertanggal 16 November 1989. Sumiarsih juga mengajukan PK dua kali. Namun, semuanya ditolak MA berdasarkan putusan No 71 PK/1995 tertanggal 30 Januari 1996 dan No 43 PK/Pid/2003 tertanggal 26 Agustus 2004.
Semua upaya hukum baik biasa maupun luar biasa telah dilakukan oleh terdakwah mulai dari banding, kasasi, PK dan grasi hingga dua kali tapi hal itu tidak ada gunanya sehingga terdakwa Sumiarsih dan sungeng di eksekusi tepat pada hari sabtu tanggal 19 juli 2008 tepat pada pukul 00.20 dieksekusi Tepat pukul 00.20 WIB, dua regu tembak Polda Jatim (12 orang) melaksanakan eksekusi.
Kedua terpidana mati dijemput dari Rutan Medaeng pada Jumat (18/7) pukul 23.51 WIB, kemudian eksekusi dilaksanakan pada Sabtu (19/7) pukul 00.20 WIB," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jatim H Purwosudiro SH. Didampingi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya Abdul Azis, Asintel Kejati Jatim AF Dharmawan, Aspidum Kejati Jatim I Made Suryaatmaja, Kasi Pidum Kejari Surabaya Roch Adi Wibowo, ia mengakui eksekusi dilaksanakan di lapangan Mapolda Jatim.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas serta melihat kronologis yang ada dapat disimpulkan suatu pembunuhan antara satu keluarga membunuh keluarga yang lain, yakni keluarga Djais Adi Prayitno, 54; didampingi istri, Sumiarsih, 40; Daim, 27; Nano; Sugeng (anak Sumiarsih), 24; dan Serda Pol Adi Saputra (menantu Prayitno) membunuh keluarga Letkol (Mar) Purwanto, Sunarsih (istri Purwanto), Haryo Bismoko (anak), Haryo Budi Prasetyo (anak), dan Sumaryatun (keponakan), kerena kel. Sumiarsih yang terbelit hutang kepada purwanto sebesar Rp 36 juta, jadi bisa disebutkan bukan pembunuhan perorangan.
Permasalahan yang timbul akibat pembunuhan yang dilakukan oleh Sumiarsih cs. Pada Kel. Purwanto adalah tindak pidana pembunuhan berencana pasal 340 KUHP, dilihat dari kronologisnya pembunuhan tesebut berjalan lancar dengan skenario pelaku membuat korban seakan-akan meninggal karena kecelakaan, jadi direncanakan dengan ternang terlebih dahulu.
Konsekuensi hukum yang ada akibat tindak pidana pembunuhan berencara adalah di pidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, hal itu sesusai dengan keputusan Pengadilan Negeri Surabaya No 80/Pid.B/1988 tanggal 29 Februari 1989 terhadap Sumiarsih dan sugeng anaknya, sedangkan prayitno suami Sumiarsih sudah mati di penjara sebelum di eksekusi karena penyakit jantung pada tahun 2001.
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No 80/Pid.B/1988 tanggal 29 Februari 1989, Dengan 20 tahun penjara dan vonis mati menurut pendapat penulis hal itu setimpal dan sesuai dengan apa yang telah dilakukan oleh pelaku tindak pembunuhan tersebut, melihat betapa sadis dan tragisnya seakan-akan membunuh sebuah binatang yang mau dimakan dengan di bakar terlebih dulu. Lagipula Pengadilan Negeri surabaya tidak asal-asalan membuat putusan hal itu berdasarkan pasal 340 KUHP dan juga mempertimbangkan dari banyak-banyak hal.
Hukuman mati tetap hukuman mati, pembunuhan berencana ini memang tidak sama dengan pembunuhan bisa yang telah di jelaskan dalam pasal 338 KUHP, karna pembunuhan dalam pasal 340 KUHP terdapat unsur yang memberatkan yaitu adanya renca lebih dulu dengan tenang, sebagaiman yang di ungkapkan oleh Drs. Adami Chazawi, SH :
Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti pasal 338 ditambah dengana adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu. Lebih berat ancaman pidana pada pembunuhan berencana, jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam pasal 338 mapun 339 KUHP, diletakkan pada adanya unsur dengan rencana terlebih dahulu.
Hukuman mati, memang masih kontroversial di Indonesia. Mereka yang pro-life pasti merutuk habis hukuman ini, menganggapnya tidak manusiawi. Sementara ada juga kalangan yang setuju memberikan hukuman seberat-beratnya, berupa eksekusi mati agar jadi pembelajaran buat orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama.
Beralasan pula kesepakatan penulis pada putusan pengadilan negeri surabaya atas vonis mati terhadap Sumiarsih, karena negara kita adalah negara hukum secara otomatis kita harus mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh Undang-undang, melihat pula semua upaya hukum yang telah dilakukan oleh Sumiarsih mulai dari banding, kasasi, PK yang sampai dua kali, dan grasi terhadap presiden soeharto dan megawati yang di tolak mentah-mentah hal ini menandakan bahwa hukuman tersebut telah layak dan pantas diberikan kepada Sumiarsih cs yang telah di eksekusi tepat pada pukul 00.20 WIB hari sabtu 19 Juli 2008 dilapangan Mapolda Jawa Timur.
DARFTAR PUSTAKA
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=12720
http://www.liputan6.com/news/?id=52910
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=152842
Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika,2002)
Adami Chazawi, Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2002)