Friday, April 2, 2010

ORKESTRA KEBISUAN

Wahai lihatlah …
Engkau yang masih ragu menagkap isyarat angin

Andai tak ada kabut di jernih retinamu
Mungkin aku takkan menangis
Lantaran jelaga rindu di mataku
Tak terindah di kelopak beningmu

Ah, …
Andai semilir masih selalu bisu
Betapa dalam makna menuggu

Maka biarlah asa dan kebimbangan
Memucuk pilu di gugus awan
Di lelembah curam cinta
Orkestra kebisuan
Menerjemahkan nayanyian Tuhan

Robatal, 161205

GERIMIS SENJA DI WAJAHMU

Barangkali
Hanya rinai gerimis
Yang bisa merekahkaj senja
Agar lembayung merah di mataku
Menjelma biru rindu

Sampai angin pun mampu membaca
Lukisan indah di wajahmu

Ah, …
Lukisan itu kian melaut
Biru
Lantaran hempas angina
Di pantai hatimu
Berkesiur
Kencang
Menghancurkan tebing terjal
Di kawah curam cintaku

Biarlah gerimis senja
Rebah di wajahmu
Semoga abadi
Meski diammu
Tak lagi
Memanggil-manggil
Di hati …


Lounden, 181205


BERPAYUNG DAUN PISANG
(sebuah puisi persembahan)

Aku lahir dari belantara yang renta
Maka tak ada yang menungguku
Selain monody keheningan
Sehabis lelah menualangi buana
Aku terkapar!
Orkestra kebisuan menngelayut resah
Bagai semilir mengembarakan bebulir pasir
Jejak terkubur tanpa arti

Aku mengungsi ke alam sepi
Tapi kau pun menjelma angin sunyi

Maka kau ciptakan musim hujan dalam anganku
Dari gubuk ke gubuk aku menggigil sayu
“itu ‘kan hanya gerimis, tak pantas ada tangis”,
Begitu katamu

Ya, tanpa suaramu pun aku takkan menangis
Meski hanya dengan helai jerami kering yang usang
Ku bangun serpihan jiwaku menjadi balai di tanah yang gersang
Genaplah sudah kerentaan ini yang malang

Sebagaiman rinduku yang biru
Dedaunan masih setia menunggu belaian angin mengecupi keningnya
Hingga tak ada derail embun menyalju
Aku luruh menguning diterpa gulana

Tapi aku begitu ingin merangkulmu
Walau hanya siluet wajah anggunmu yang ku dekap
Meski dengan berpayung daun pisang
Yang kupetik dari leladangan yang kerontang

Aku akan tetap menantimu dalam derai hujan

0 comments:

Post a Comment