Sunday, April 26, 2009

Psikologi Manajemen

Psikologi Manajemen 

BAB I
PENDAHULUAN


Latihan (training) adalah suatu bagian yang integral dari kemantapan dalam program latihan atau pekerjaan yang sedang kita kerjakan. Sepanjang tahun begitu banyak latihan perusahaan diadakan, yaitu latihan silih berganti dengan jenis dan biaya yang bercamam-macam.

Latihan kelihatannya dilakukan bukan sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan demi latihan itu sendiri. Suatu program latihan dapat dilakukan untuk memperoleh hasil-hasil yang spesifik. Dan dapat dirancang sedemikian rupa sehingga manajemen memperoleh umpan balik yang dapat diukur, yang dapat menyatakan apakah program itu memberi hasil atau tidak.

Dalam latihan, pendekatan sistem bukanlah merupakan suatu perkembangan yang baru. Penggunaannya dalam industri sangat bernilai. Yakni dengan adanya pendekatan maka seseorang akan dengan mudah menilai suatu program latihan tersebut.[1] Namun bagaimanapun penilaian ini bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang mudah, akan tetapi memerlukan waktu dan kesabaran dalam prosesnya. 

BAB II
CARA MENILAI PROGRAM LATIHAN


A. Pengertian Penilaian

Penilaian adalah fungsi organik administrasi dan manajemen yang terakhir. Definisinya ialah “Proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai”.[2]

Penilaian sebagai salah satu fungsi manajemen yang berurusan dan berusaha untuk mempertanyakan efektifitas dan efesiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus mengukur se-objektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang tidak mendukung sesuatu rencana.

Secara eksplisit, pengertian penilaian sering digunakan untuk menunjukkan tahap-tahap di dalam siklus pengelolaan proyek, yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Penilaian pada tahap perencanaan

Pada tahap perencanaan ini mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal


yang patut dipertimbangkan adalah bahwa metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan prioritas ini tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan berbeda-beda menurut hakekat dan permasalahannya sendiri.

2. Penilaian pada tahap pelaksanaan

Penilaian ini merupakan suatu kegiatan melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Pada tahap ini seorang penilai melihat apakah pelaksanaan proyek yang dikerjakan sudah sesuai dengan yang direncanakan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Penilaian pada tahap purna pelaksanaan

Disini penilaian hampir sama dengan pengertian evaluasi pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang di nilai dan dianalisa bukan lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana, tetapi hasil hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana, yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.[3]

B. Cara Penilaian

Sejumlah besar manajer, tidak sanggup menerangkan, walaupun secara umum bagaimana yang dilatih itu diharapkan untuk bertindak dan berperilaku sesudah program latihan yaitu berbeda dari cara dan perilakunya pada waktu mulai atau sebelum latihan. 

Menurut pendekatan sistem, suatu program latihan dapat dirancang seperti suatu pabrik pemanasan atau sistem yang lain. Yang pertama-tama harus diberikan adalah pernyataan yang jelas tentang misi itu, atau suatu pernyataan tentang apa yang diandaikan akan dilaksanakan program itu.

Sesudah misi itu dijelaskan, maka unsur-unsur dari program itu haruslah dijelaskan secara khusus. Segala sesuatu mesti dijelaskan dalam rangka misi itu.

Pemilihan sarana pengajaran harus bertujuan untuk memenuhi satu kriteria penting pemenuhan misi tadi. Dan itu harus diikuti sampai akhir. Ukuran sistem itu ialah keefektifan hasilnya. Jika seorang yang sudah mengikuti latihan itu tidak dapat juga melakukan tugas atau pekerjaannya dengan lebih baik, maka dia harus dinilai kembali.

Langkah-langkah untuk menerapkan pendekatan sistem dalam latihan adalah:

a. Tentukanlah kecakapan atau perilaku mana yang akan dipelajari oleh orang yang mengikuti latihan itu.

b. Rencanakan instruksi secara khusus untuk mencapai prestasi tertentu.

c. Nilai atau ukurlah dengan teliti untuk mengetahui berapa banyak yang sudah dicapai atau diperoleh.

d. Analisalah hasilnya untuk mengetahui dan menentukan sebab-sebab dari kegagalan, kalau ditemukan.

e. Perbaharuilah program itu dengan mencoba suatu pendekatan yang berbeda jika diperlukan.

f. Adakanlah penilaian terhadap kemajuan secara keseluruhan.[4]

Usaha-usaha yang harus dilakukan dalam penilaian adalah :

1. Menentukan tujuan yang realistis dan pragmatis.

2. Menentukan standard kualitas pekerjaan yang diharapkan.

3. Meneliti sampai pada tingkat apa standard yang telah ditentukan itu dapat dicapai.

4. Mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan baik penyesuaian rencana, oraganisasi, cara motivasi atau pengawasan.

Secara filosofis dapat dikatakan bahwa sesuatu yang sudah berhenti bertumbuh dan berkembang sudah mulai mengarah kepada kematian. Yang dimaksud bertumbuh dan berkembang di sini terutama berarti:

1. Organisasi semakin mampu meningkatkan produktivitasnya.

2. Tidak berhenti pada sesuatu status quo efesiensi.

3. Semakin terlihat adanya “organization performance” yang makin efesien.

4. Semakin kurang diombang-ambingkan oleh “ups and downs” situasi sekelilingnya.

5. Dengan cepat dapat mengambil manfaat dari perkembangan di luar organisasi, terutama perkembangan di bidang teknologi.[5]

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Dari uraian pada bab yang terdahulu dapatlah penulis menyimpulkan bahwa: “Penilaian adalah proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.”

Secara eksplisit, pengertian penilaian sering digunakan untuk menunjukkan tahap-tahap di dalam siklus pengelolaan proyek, yang secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Penilaian pada tahap perencanaan.

2. Penilaian pada tahap pelaksanaan.

3. Penilaian pada tahap purna pelaksanaan.

Usaha-usaha yang harus dilakukan dalam penilaian, yaitu:

1. Menentukan tujuan yang realistis dan pragmatis.

2. Menentukan standard kualitas pekerjaan yang diharapkan.

3. Meneliti sampai pada tingkat apa standart yang telah ditentukan itu dapat dicapai.

4. Mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, baik penyesuaian rencana, organisasi, cara motivasi ataupun pengawasan.


DAFTAR PUSTAKA

Mortimer R. Fienberg, dkk, Psikologi Manajemen, Penerbit Mitra Utama, Jakarta, 1996.

Sondang P. Siagian, M. P. A. , Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1991.

Drs. Firman B. Aji, Drs. S. Martin Sirait, Perencanaan dan Evaluasi, Bumi Aksara, Jakarta, 1990.


[1] Mortimer R. feinberg, dkk. Psikologi Manajemen, Penerbit Mitra Utama , Jakarta. 1996. Hlm. 45.


[2] Sondang P. Siagian, M.P.A., Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta . hlm. 41.

[3] Drs. Firman B.Aji, Drs. S.Martin Sirait, Perencanaan dan Evaluasi,Bumi aksara,Jakarta 1990. Hlm. 31-32.

[4] Mortimer R. Feiberg, dkk, Op. Cit, halaman. 47-48.

[5] Sondang P. Siagian, M. P. A.., Ph. D.,Op. Cit, halaman 141





read more “Psikologi Manajemen”

Ketika Perempuan Sedang Terluka : Sebuah Catatan untuk Hany


Saya tidak terbiasa menulis tentang perempuan secara vulgar, apalagi menyangkut dunia perasaan yang menyayat, ritme tangis yang menusuk, nestapa keputusasaan yang menyentak-nyentak naluri. Saya tidak terbiasa, karena dalam nalar kelelakian yang sejati, kita sering dihadapkan pada kondisi psikologi perempuan yang kadang memang paradoks. Dan ketika paradoksalitas itu kian kentara, yang muncul dihadapan kita hanyalah anomali-anomali, ambivalensi-ambivalensi dan term-term lain yang menjebak pada labirin. Ya, paradoksalitas itu saya temukan siang tadi, di pojok kantin IAIN Supel yang pengap, sesak oleh asap rokok yang menari-nari di helai angin. 

Maka izinkan saya sedikit bercerita tentang paradoksalitas itu, yang saya tangkap dalam lembar hidup seorang perempuan yang katanya bernama Hany, perempuan supel dan menurut kebanyakan temannya adalah ”lincah”. Saya tidak terlalu jauh menginterogasi diksi lincah yang dikatakan temannya itu. Bagi saya cukup dengan hanya melihat guratan matanya, meski bukan seorang psikolog, saya yakin bahwa dia sedang ”terluka”. Luka yang dibiarkan terus-menerus menganga, nelangsa dalam keterasingan yang panjang dan melelahkan. Ya, dia sebenaranya sedang terasing dengan dirinya sendiri. Sedang berusaha untuk keluar dari himpitan nyeri yang kerap mengungkungnya. 

”Semalam aku cuma menyulut satu batang rokok kok. Aku sudah lama tidak dugem, sudah gak minum lagi. Belikan aku rokok sekarang ya, kak. Satu aja....” Teman saya diam tak bergeming. Manatapnya dengan penuh ketakmengertian. Penuh kebingungan antara mengiakan atau mencegahnya.

Saya sendiri hanya tersenyum. Diam. Mendengarkan Hany terus merajut dan akhirnya permintaan itu dikabulkan. Sebungkus rokok Sampoerna Mild tergeletak di atas meja makan, membuat nurani saya mengambang antara tertawa dan miris, antara mimpi dan ironi. ”Sekarang, dia sudah tidak separah dulu.....” begitu temanku pernah berujar. Dalam hati saya berikir, jangan-jangan saya lebih parah ketimbang dia. Bukankah kita kadang munafik pada diri sendiri? Kita cenderung tidak mengakui kelemahan dan kesalahan kita...

Mendengar pengakuannya yang ”sangat-sangat jujur”, saya sama sekali tak terkejut. Jujur menyampaikan ketidakjujuran diri sendiri adalah hal yang sangat langka. Saya berani acungkan dua jempol untuk kejujurannya. Ceritanya mengalir tanpa hambatan apapun, bahkan hal-hal yang menurut mainstream umum tidak layak dibicarakan. Tapi, apa hak saya melarangnya berbicara, mengeluarkan gumpalan kekecewaan yang memmbuncah di hatinya?

”Saya sedang sumpek, kak. Saya nggak mau ketemu selingkuhanku, karena saya juga selingkuh..!!” Katanya manja. Saya masih juga diam. Otakku mulai bekerja; ada apa sebenarnya dalam logika perempuan? Ahai...gerangan apakah yang sedang terjadi? Disinilah menurut saya letak keunikan kondisi psikologis Hany, seorang perempuan yang sadar tapi tidak menyadari, paham tapi tidak memahami, begitu kata temanku. Bukankah manusia memang makhluk yang penuh paradoks? Tak ada poin apapun ketika kita berusaha mengingatkan orang yang tidak lupa, berusaha menyadarkan orang yang tidak gila ...

Maka, saya teringat apa yang pernah dikatakan Sigmund Frued, tokoh psikoanalisis itu, bahwa manusia secara naluriah memang memiliki alter ego. Bukankha kita sering memiliki seribu wajah? Dan, bagi saya Hany sedang menampakkan wajah yang lain. Raut yang ceria meski jiwanya terluka, wajah yang dipaksa untuk tetap tersenyum dalam jerat nista. Siapa yang sanggup menelan luka saat jiwa kian renta?

Disinilah letak ketegaran seorang Hany, teman baru saya itu. Tegar dalam keterpurukan yang menghunjam. Saya sama sekali tak menganggap bahwa ia adalah perempuan amoral, bejat, asusila dan stigma-stigma buruk lainnya. Bagi saya, Hany adalah diri Hany seutuhnya. Dan saya berharap, semoga ia tidak tersinggung tatkala membaca tulisan tak berarti ini. Tak ada maksud apapun, kecuali bahwa kita perlu belajar pada segala sesuatu yang telah terjadi, belajar pada orang lain dan diri sendiri. Bukankah dialektika antara baik-buruk, kaya-msikin, hitam-putih adalah keniscayaan hidup? Dan disinilah konseptualisasi amar-ma’ruf dan nahi-mungkar menemukan titik implikasi logisnya dalam menata perjalanan hidup ini. Dan disini pulalah, ajaran kerendahan hati menemukan kesejatiannya; bahwa tak ada sesuatu apapun yang benar-benar sempurna, kecuali Tuhan. 

Maka, sejatinya kita tak perlu malu karena pernah menyandang gelar-gelar buruk. Kita tak perlu berkecil hati, apalagi meratapi diri. Kita tak perlu malu pada manusia, karena bukan mereka yang memberi kita makan, yang memberikan kita hidup. Tapi malulah pada diri sendiri, malu pada Tuhan tatkala kita tak pernah berusaha memperbaiki diri dan menjadi lebih baik....


oleh : bahauddin


read more “Ketika Perempuan Sedang Terluka : Sebuah Catatan untuk Hany”

Friday, April 24, 2009

Prosedur Pendaftaran Gugatan


Pertama :
Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan.

Kedua :
Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.

Ketiga :
Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR atau pasal 90 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor : 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 
Catatan :
Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang dilegalisasi oleh Camat. 

Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR. 

Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya. 
 
Keempat :
Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).  
 
Kelima : 
Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
 
Keenam : 
Pemegang kas menandatangani Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), membubuhkan nomor urut perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan dalam surat gugatan atau permohonan.
 
Ketujuh : 
Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

Kedelapan : 
Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.
 
Kesembilan : 
Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.


Kesepuluh : 
Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.
 
Kesebelas : 
Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keduabelas : 
Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
 
Ketigabelas : 
Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara. 

PENDAFTARAN SELESAI

Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya (PHS).




read more “Prosedur Pendaftaran Gugatan”

Pengertian Surat Gugatan/Permohonan

Surat Gugatan :
Surat gugatan ialah surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung sengketa dan sekaligus landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak.

Surat Permohonan :
Surat permohonan ialah suatu permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa.

Pada prinsipnya semua gugatan atau permohonan harus dibuat secara tertulis. Bagi penggugat atau pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis, maka gugatan atau permohonan diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Agama. 

Ketua Pengadilan Agama kemudian memerintahkan kepada hakim untuk mencatat segala sesuatu yang dikemukakan oleh penggugat atau pemohon, maka gugatan atau permohonan tersebut ditandatangani oleh Ketua atau hakim yang menerimanya, didasarkan pada ketentuan atau pasal 120 HIR. 

Gugatan atau permohonan yang dibuat secara tertulis, ditandatangani oleh penggugat atau pemohon (pasal 118 ayat (1) HIR). Jika penggugat atau pemohon telah menunjuk kuasa khusus, maka surat gugatan atau permohonan tersebut ditandatangani oleh kuasa hukumnya (pasal 123 HIR).


read more “Pengertian Surat Gugatan/Permohonan”

Tuesday, April 21, 2009

Makna, Hukum, dan Tujuan Perkawinan

Al-Qodhi Asy-Syaikh Muhammad Ahmad Kan’anTidak diragukan lagi bahwa yg terpenting dari tujuan nikah ialah memelihara dari perbuatan zina dan semua perbuatan-perbuatan keji serta tidak semata-mata memenuhi syahwat saja.

Memang bahwa memenuhi syahwat itu merupakan sebab utk bisa menjaga diri akan tetapi tidaklah akan terwujud iffah itu kecuali dgn tujuan dan niat.A. MAKNA PERKAWINANPengertian Secara BahasaAz-zawaaj adl kata dalam bahasa arab yg menunjukan arti: bersatunya dua perkara atau bersatunya ruh dan badan utk kebangkitan. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla {yang artinya}: Dan apabila ruh-ruh dipertemukan dan firman-Nya tentang ni’mat bagi kaum mukminin di surga yg artinya mereka disatukan dengan bidadari : Kami kawinkan mereka dgn bidadari-bidadari yg cantik lagi bermata jeliKarena perkawinan menunjukkan makna bergandengan maka disebut juga Al¬-Aqd yakni bergandengan nya antara laki-laki dgn perempuan yg selanjutnya diistilahkan dengan zawaaja”.


Pengertian Secara Syar’iAdapun secara syar’i perkawinan itu ialah ikatan yg menjadikan halalnya bersenang-senang antara laki-laki dgn perempuan dan tidak berlaku dgn adanya ikatan tersebut larangan- larangan syari’at.Lafadz yg semakna dgn AzZuwaaj adl An-Nikaah; sebab nikah itu artinya saling bersatu dan saling masuk. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang maksud dari lafadz An-Nikaah yg sebenarnya. Apakah berarti perkawinan atau jima’ .Selanjutnya ikatan pernikahan merupakan ikatan yg paling utama krn berkaitan dgn dzat manusia dan mengikat antara dua jiwa dgn ikatan cinta dan kasih sayang dan krn ikatan tersebut merupakan sebab adanya keturunan dan terpeliharanya kemaluan dari perbuatan keji.

B. HUKUM PERKAWINANAn-Nikaah hukumnya dianjurkan krn nikah itu termasuk sunnah Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwasanya telah berkata Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu:Telah datang tiga orang ke rumah istri-istri nabi Shalallahu’alaihi Wassallam. Mereka bertanya tentang ibadahnya maka tatkala telah diberitahu maka seakan-akan merasa amalnya sangat sedikit lalu mereka berkata: Dimana kita dibanding Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam sungguh Allah mengampuni dosa beliau yg telah lalu dan yg akan datang . Maka berkata seseorang di antara mereka Adapun saya maka saya akan shalat malam selamanya dan berkata seorang lagi Aku akan berpuasa sepanjang masa” dan yg lainnya Aku akan meninggalkan wanita tidak akan menikah”. 

Lalu datang Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam kemudian beliau Shalallahu’alaihi Wassallam berkata:’Kaliankah yg telah berkata begini dan begitu ? Demi Allah sungguh aku adl orang yg paling takut dan paling taqwa dari kalian akan tetapi aku shalat dan aku tidur aku puasa dan aku berbuka dan aku menikahi wanita. Maka barang siapa yg membenci pada sunnahku maka dia tidak termasuk golnganku”.Makna dari ‘barang siapa yg membenci sunnahku adl berpaling dari jalanku dan menyelisihi apa yg aku kerjakan sedang makna bukan dari golonganku yakni bukan dari golongan yg lurus dan yg mudah sebab dia memaksakan dirinya dgn apa yg tidak diperintahkan dan membebani dirinya dgn sesuatu yg berat. Jadi maksudnya adl barang siapa yg menyelisihi petunjuk dan jalannya Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam dan berpendapat apa yg dia kerjakan dari ibadah itu lbh baik dari apa yg dikerjakan oleh Rasulullah .

Sehingga makna dari ucapan bukan dari golonganku adl bukan termasuk orang Islam krn keyakinannya tersebut menyebabkan kekufuran.Hukum nikah ini sunnah utk orang yg bisa menanahan biologis dan tidak khawatir terjerumus ke dalam zina jika dia tidak menikah dan dia telah mampu utk memenuhi nafkah dan tanggung keluarga.Adapun orang yg takut akan dirinya terjerumus ke dalam zina jika dia tidak nikah atau orang yang tidak mampu meninggalkan zina kecuali dgn nikah maka nikah itu wajib atasnya. 

Dan untuk masalah nikah secara panjang lebar dalam kitab-kitab Fiqh.C. TUJUAN PERNIKAHANSesungguhnya perintah itu ikatan yg mulia dan penuh barakah. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mensyari’atkan utk kemaslahatan hamba-Nya dan kemanfaatan bagi manusia agar tercapai maksud-maksud yg baik dan tujuan-tujuan yg mulia. Dan yg terpenting dari tujuan pernikahan ada dua yaitu:1. Mendapatkan keturunan atau anak2. Menjaga diri dari yg haramMaksud Pertama Mendapatkan Keturunan atau Anak Dianjurkan dalam pernikahan tujuan pertamanya adl utk mendapatkan keturunan yg shaleh yg menyembah pada Allah dan mendo’akan pada orangtuanya sepeninggalnya dan menyebut-sebut kebaikannya di kalangan manusia serta menjaga nama baiknya. Sungguh ada dalam hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhuberkata : Adalah Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami menikah dan melarang membujang dgn larangan yg keras dan belia bersabda :“Nikahkah oleh kalian perempuan-perempuan yg pecinta dan peranak maka sungguh aku berbangga dgn banyaknya kalian dari para Nabi di hari kiamat.

”Al Walud Al Wadud di mana dia mempunyai unsur-unsur kebaikan dan baik perangainya dan mencintai suaminya Al-Makaatsarat ialah bangga dgn banyaknya umat shallallahu alaihi wa alaihi wa sallam di hari kiamat maka NabiBerbangga dgn banyaknya umatnya dari semua para Nabi. Karena siapa yg umatnya lbh banyak maka pahalanya lbh banyak dan bagi beliau mendapat seperti pahala orang yg mengikutinya sampai hari kiamat. Inilah tujuan yg besar dari pernikahan. Berfirman Allah Subhanahu wa Ta’ala :“Dan Dia telah menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu”.Al-Hafadah {jama’ dari hafid artinya cucu; yg dimaksud dalam ayat ini adl anaknya anak dan anak-anak keturunan mereka.Maka manusia dgn fitrah yg Allah berikan padanya dijadikan rnencintai anak-anak krn Allah menghiasi manusia dgn cinta pada anak-anak. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yg diingini yaitu ; wanita-wanita anak-anak…”Manusia memiliki naluri cinta pada anak-anak karenanya Allah Subhanahu waTa’ala jadikan anak-anak sebagai perhiasan kehidupan dunia.

Berfirman Allah :“Harta dan anak-anak adl perhiasan kehidupan dunia.”Namun krn terlalu cintanya pada anak-anaknya kadang-kadang bisa menjerumuskan ke dalam fitnah sehingga dia bermaksiat pada Allah dgn sebab anak-anaknya. Allah berfirman :Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.Dan bila telah keterlaluan fitnah anak pada manusia maka bisa mendorong pada perbuatan haram seperti usaha yg haram utk menafkahi mereka atau meninggalkan kewajiban seperti meninggalkan jihad di jalan Allah krn takut kalau meninggalkan anak. Maka anak dalam hal ini sama kedudukannya dgn musuh sehingga wajib berhati-hati dari keterikatan pada mereka. Dan ini adl makna dari firman Allah Ta’ala :“Hai orang-orang yg beriman sesungguhnya di antara isteri-isteri dan anak-anakmu ada yg menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Telah ada dalam sebab Nuzul ayat ini apa yg diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Hakim dan lainnya dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata :“Telah turun ayat ini tentang suatu kaum dari ahli Makkah mereka telah masuk Islam lalu istri-istri mereka dan anak-anak mereka menolak ajakan mereka.Maka ketika mereka datang pada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam di Madinah mereka melihat orang-orang yg mendahului mereka dgn hijrah. Sungguh mereka telah pandai- pandai dalam urusan agama maka mereka ingin menghukum istri-istri dan anak-anak mereka lalu Allah turunkan pada mereka ayat : Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”Maksud Kedua : Menjaga Diri dari yg Haram Tidak diragukan lagi bahwa yg terpenting dari tujuan nikah ialah memelihara dari perbuatan zina dan semua perbuatan-perbuatan keji serta tidak semata-mata memenuhi syahwat saja.

Memang bahwa memenuhi syahwat itu merupakan sebab utk bisa menjaga diri akan tetapi tidaklah akan terwujud iffah itu kecuali dgn tujuan dan niat. Maka tidak benar memisahkan dua perkara yg satu dgn lainnya krn manusia bila mengarahkan semua keinginannya utk memenuhi syahwatnya dgn menyandarkan pada pemuasan nafsu atau jima’ yg berulang-ulang dan tidak ada niat memelihara diri dari zina maka dimanakah perbedaannya antara manusia dgn binatang ?Oleh krn itu maka harus ada bagi laki-laki dan perempuan tujuan mulia dari perbuatan bersenang-senang yg mereka lakukan itu yaitu tujuannya memenuhi syahwat dgn cara yang halal agar hajat mereka terpenuhi dapat memelihara diri dan berpaling dari yg haram.

Inilah yg ditunjukkan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wa sallam . Sungguh diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata : telah berkata Rasulullah .:“Wahai para pemuda barang siapa diantara kalian yg mampu maka nikahlah krn sesungguhnya itu dapat menundukan pandangan dan memelihara kemaluan maka barang siapa yang tidak mampu hendaknya dia berpuasa krn sesungguhnya itu bentengbaginya.”Al- Wijaa’ adl satu jenis pengebirian yaitu dgn mengosongkan saluran mani yg menghubungkan antara testis_dan dzakar. Dan makna hadits ini adl : Barang siapa yg mampu di antara kamu wahai pemuda utk berjima’ dan telah mampu utk memikul beban- beban pernikahan dan amanahnya maka nikahlah. Karena nikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. 


Jika tidak mampu hendaknya dia berpuasa krn puasa itu akan menghancurkan kekuatan gejolak syahwat bagai pengebirian pada binatang buas utk menghilangkan syahwatnya.Maka jelaslah dari hadits ini bahwa Nabi salallahu ‘alaihi wasallam memberikan pada pernikahan itu dua perkara yg membantu pada kedua mempelai yaitu pertama menundukan pandangan dari pandangan-pandangan yg diharamkan Allah Ta’ala dari para wanita kedua memelihara kemaluan dari zina dan semua perbuatan-perbuatan keji. 

Sehubungan dgn makna ini telah ada hadits yg mulia yg diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhuma berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : Apabila seseorang diantara kamu terkagum-kagum pada wanita lalu terkesan atau terjatuh dalam hati; maka hendaklah segera menemui isterinya lalu penuhilah hasratnya dgn isterinya karena sesungguhnya itu akan menolak apa yg ada dihatinya atau jiwanya.”Adapun orang-orang yg telah menikah dan semua keinginannya daripernikahan adl syahwat dan jima’ semata maka mereka tidak bertambah dgn jima’ tersebut kecuali tambah syahwat dan dia tidak cukup dgn isterinya yg halal. Bahkan dia akan berpaling pada yg haram.{Dikutip darikitab Ushulul Mu’asyarotil Zaujiyah Edisi Indonesia “Tata Pergaulan Suami Istri Jilid I” Penerbit Maktabah Al-Jihad Jogjakarta}
sumber : file chm Darus Salaf 2




read more “Makna, Hukum, dan Tujuan Perkawinan”

Thursday, April 2, 2009

Background of Study

Mastering spoken English is very important, moreover we have entered globalization information and free market era. Information from abroad comes rapidly and freely. Many foreign investors want to invest at many companies in Indonesia. Most of them speak English, although they do not come from England or America. Hence, if we want to communicate with them we have to be able to use English orally. It is not enough to master English structurally.
Nowdays, English is already taught as local content subject at elementary school in Indonesia, in addition, English has been taught in junior high school to university as compulsory subject , this fact is proves that English is important to be learn by all students. In studying English students develop all skill, there are 4 basic skill competence that student should master which are writing, listening, reading and speaking (Curriculum for SMP Department of National Education 2004 ),every skill has own goal to reached as the requirement of English mastery.

The goal of writing skill is to make the students have an ability making good essay that semantically and grammatically correct. For listening skill requires the students to comprehend the material through listening direct conversation or listening cassette. The skill expect the students to have good ability in listening the material and also understand what they have heard. Reading skill, students are expected to have ability comprehend the reading passage and read well. Speaking skill focus on the students' ability in producing English orally as well as they speak their native language.

One of the language skills that should be learned by English learners is speaking. Speaking is considered as a necessary skill because of its essential role in facilitating learners to master English. It enables students to express themselves creatively, imaginatively and to communicate with other effectively. According to Mc Donough and Shaw in Nunik (2008:2), “In many context, speaking is often the skill upon which a person is judged at face value. In other word, people may often form judgements about our language competence from our speaking rather than from any of the other language skills”.

So far, from four skills that students have to learn, the most difficult skill is speaking subject. According to Mc Donough and Shaw in Nunik (2008:2), “Speaking is a process difficult in many ways to dissociate from listening”. The difficulties may be caused by shyness or personality factors. And another factors that makes speaking does not run well was also caused by other factors such as difficulties in pronunciation, stress, intonation or overall rhythm (2003:134).
The students may have problems to speak English in class, but they create some ways or strategies to overcome their problems in learning speaking.
Fulcher has stated:

Learners use achievement strategies when they wish to express themselves but they have problems because they lack the knowledge of the language (grammar or vocabulary) to communicate. The learner tries to overcome this lack of knowledge by finding ways around the problems (2003: 31). 
The theoretical above is supported by a research. The research was conducted by Vika Kurniasari (2006).

In Vika Kurniasari's research (2006), about student's problem in learning speaking that was conducted at SMP Negeri 8 Malang and took 40 students of grade VII and 40 students of grade VIII as the sample, the result show that students grade VII and grade VIII thought that speaking is vary important and they have done some effort in order to improve their English. The general problems that faced by students grade VII and VIII were about vocabulary and low motivation. The others had problems in grammar, mother tongue use and low self confidence . Their ways to solve their problems in learning speaking were making conversation with their friends everyday, learning and memorizing vocabulary, making notes about vocabulary and grammar, joining some course and problem related to low motivation and self confidence, students try to keep motivation by keeping their selves active and learning speaking more creatively by joining English course and English conversation club. The instrument used in her study is questionnaire and interview.
Based on the background mentioned, this study is conducted to find out what students speaking problems and their strategies to overcome speaking problems in speaking class at second semester of English department IAIN Sunan Ampel Surabaya, so that speaking class will run well. The result of this study is expected to provide valuable contribution to the betterment of the English learning.




read more “Background of Study”

Dragonball Evolution

read more “Dragonball Evolution”

Asas Khusus Kewenangan Peradilan Agama

Asas Personalitas Ke-islaman
Yang tunduk dan yang dapat ditundukkan kepada kekuasaan peradilan agama, hanya mereka yang mengaku dirinya beragama Islam. Asas personalitas ke-islaman diatur dalam UU nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan atas UU Nomor 7 tahun 1989 Tentang peradilan agama Pasal 2 Penjelasan Umum alenia ketiga dan Pasal 49 terbatas pada perkara-perkara yang menjadi kewenangan peradilan agama.
Ketentuan yang melekat pada UU No. 3 Tahun 2006 Tentang asas personalitas ke-islaman adalah :
a) Para pihak yang bersengketa harus sama-sama beragama Islam.
b) Perkara perdata yang disengketakan mengenai perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shodaqoh, dan ekonomi syari’ah.
c) Hubungan hukum yang melandasi berdsarkan hukum islam, oleh karena itu acara penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.

Khusus mengenai perkara perceraian, yang digunakan sebagai ukuran menentukan berwenang tidaknya Pengadila Agama adalah hukum yang berlaku pada waktu pernikahan dilangsungkan. Sehingga apabila seseorang melangsungkan perkawinan secara Islam, apabila terjadi sengketa perkawinan, perkaranya tetap menjadi kewenangan absolute peradilan agama, walaupun salah satu pihak tidak beragam Islam lagi (murtad), baik dari pihak suami atau isteri, tidak dapat menggugurkan asas personalitas ke-Islaman yang melekat pada saat perkawinan tersebut dilangsungkan, artinya, setiap penyelesaian sengketa perceraian ditentukan berdasar hubungan hukum pada saat perkawinan berlangsung, bukan berdasar agama yang dianut pada saat terjadinya sengketa.
Letak asas personalitas ke-Islaman berpatokan pada saat terjadinya hubungan hukum, artinya patokan menentukan ke-Islaman seseorang didasarkan pada factor formil tanpa mempersoalkan kualitas ke-Islaman yang bersangkutan. Jika seseorang mengaku beragama Islam, pada dirinya sudah melekat asas personalitas ke-Islaman. Faktanya dapat ditemukan dari KTP, sensus kependudukan dan surat keterangan lain. Sedangkan mengenai patokan asas personalitas ke-Islaman berdasar saat terjadinya hubungan hukum, ditentukan oleh dua syarat : Pertama, pada saat terjadinya hubungan hukum, kedua pihak sama-sama beragama Islam, dan Kedua, hubungan hukum yang melandasi keperdataan tertentu tersebut berdasarkan hukum Islam, oleh karena itu cara penyelesaiannya berdasarkan hukum Islam.

Asas Ishlah (Upaya perdamaian)

Upaya perdamaian diatur dalam Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo. Pasal 31 PP No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tentang perkawinan jo. Pasal 65 dan Pasal 82 (1 dan 2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama jo. Pasal 115 KHI, jo. Pasal 16 (2) UU Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Islam menyuruh untuk menyelesaikan setiapperselisihan dengan melalui pendekatan “Ishlah”. Karena itu, tepat bagi para hakim peradilan agama untuk menjalankn fungsi “mendamaikan”, sebab bagaimanapun adilnya suatu putusan, pasti lebih cantik dan lebih adil hasil putusan itu berupa perdamaian.

Asas Terbuka Untuk Umum

Asas terbuka untuk umum diatur dalam pasal 59 (1) UU No.7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradila Agama jo. Pasal 19 (3 dan 4) UU No. 4 Tahun 2004.
Sidang pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama adalah terbuka untuk umum, kecuali Undang-Undang menentukan lain atau jika hakim dengan alasan penting yang dicatat dalam berita acara siding memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruhan atau sebagianakan dilakukan dengan siding tertutup. Adapun pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama yang harus dilakukan dengan siding tertutup adalah berkenaan dengan pemeriksaan permohonan cerai talak dan atau cerai gugat (pasal 68 (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang tidak diubah dalam UU No. 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama).

Asas Equality

Setiap orang yang berperkara dimuka sidang pengadilan adalah sama hak dan kedudukannya, sehingga tidak ada perbedaan yang bersifat “diskriminatif” baik dalam diskriminasi normative maupun diskriminasi kategoris. Adapun patokan yang fundamental dalam upaya menerapkan asas “equality” pada setiap penyelesaian perkara dipersidangan adalah :
a. Persamaan hak dan derajat dalam proses pemeriksaan persidangan pengadilan atau “equal before the law”.
b. Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau “equal protection on the law”
c. Mendapat hak perlakuan yang sama di bawah hukum atau “equal justice under the law”.

Asas “Aktif” memberi bantuan

Terlepas dari perkembangan praktik yang cenderung mengarah pada proses pemeriksaan dengan surat atau tertulis, hukum acara perdata yang diatur dalam HIR dan RBg sebagai hukum acara yang berlaku untuk lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama sebagaimana yang tertuang pada Pasal 54 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama.

Asas Upaya Hukum Banding

Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali Undang-undang menentukan lain.

Asas Upaya Hukum Kasasi

Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh para pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.

Asas Upaya Hukum Peninjauan Kembali

Terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Dan terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali.

Asas Pertimbangan Hukum (Racio Decidendi)

Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula paal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. 




read more “Asas Khusus Kewenangan Peradilan Agama”