Tuesday, December 15, 2009

KONSEP DAN PROSPEKTIF IAD ( ILMU ALAMIAH DASAR )

1. Pengertian IAD (Ilmu Alamiah Dasar)
Ilmu Alamiah atau sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam dan akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu Kealaman, yang dalam Bahasa Inggris disebut Natural Science atau disingkat Science dan dalam bahasa Indonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
Ilmu Pengetahuan Alam Dasar adalah Ilmu Pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam Alam semesta, termasuk dimuka bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.
2. Tujuan IAD (Ilmu Alamiah Dasar)
a. Tujuan Instruksional Umum
Dengan mempelajari tentang pengetahuan ini, maka diharapkan akan dapat memahami perkembangan penalaran manusia terhadap gejala-gejala Alam sampai terwujudnya metode ilmiah yang merupakan ciri khusus dari ilmu pengetahuan Alam.
b. Tujuan Instruksional Khusus
1). Dapat menjelaskan perkembangan naluri kehidupan manusia.
2). Dapat menjelaskan perkembangan alam piker manusia dalam
memenuhi kebutuhan terhadap “Rahasia ingin tahu”nya.
3). Dapat memberi alasan yang diterima mitos dalam kehidupan
masyarakat.
3. Ruanglingkup Materi IAD (Ilmu Alamiah Dasar)
a. Kelahiran alam semesta
1). Mengenal alam semesta
2). Teori terbentuknya alam semesta
a). Teori ledakan




Teori ledakan ini bertolak dan adanya suatu massa dan berat jenis yang sangat besar, meledak dengan hebat karena adanya reaksi ini. Massa itu kemudian berserakan mengembang dengan sangat cepatnya menjauhi pusat ledakan.
b). Teori ekspansi dan kontraksi teori
Teori ini berlandaskan pikiran bahwa ada suatu siklus dan alam semesta, yaitu “masa ekspansi” dan “masa kontraksi” diduga bahwa siklus ini berlangsung dalam waktu 30.000 juta tahun.
b. Tata surya
Surya adalah kata lain dari matahari. Tata surya berarti adanya suatu organisasi yang teratur pada matahari.
Terbentuknya tata surya:
1). Hipotesis Nebular
2). Hipotersis Planettesimal
3). Teori Tidal
c. Bumi
Teori tentang kejadian bumi:
1). Teori Kant Laplace
Dialam raya sudah ada alam yang telah berputar makin lama makin mendingin. Perputaran ini mengakibatkan pendataran dibagian kutub-kutubnya dan menimbun materi dibagian khatulistiwanya yang merupakan daerah paling tidak stabil sewaktu perputaran semakin cepat, bagian tersebut akan terlepas materi dan massa asal. Kemudian mengambil kondensasi akhirnya, menjadi padat berputar mengelilingi massa asal. Maka asal tersebut menjadi matahari dan bagian terlepas setelah padat manjadi planet.
2). Teori Chamberlain dan Maulton
Mereka mengemukakan suatu teori tentang matahari dan bumi, teorinya terkenal dengan teori plenetesimal.
3). Teori Jean dan Jefreys
Bintang besar yang jauh lebih besar dari matahari memiliki gaya tarik yang sangat kuat terhadap matahari, akibatnya akan terjadi gelombang pasang pada permukaan matahari yang menyerupai gunung yang sanat tinggi dan menyerupai lidah raksasa yang berupa gas sangat panas selanjutnya mengalami pemadatan kemudian pecah menjadi benda-benda tersendiri yang disebut planet.
d. Asal mula kehidupan dibumi
1). Generation Spontaniea
2). Cozmozoa
3). Omne Vivum ex Vivo
4). Omne Ovo ex Vivo

KONSEP DAN PROSPEKTIF IBD ( ILMU BUDAYA DASAR )

1. Pengertian IBD (Ilmu Budaya Dasar)
Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan sauatu bangsa yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hokum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Budaya menurut Kroeber dan Klukhan (1950) adalah kebudayaan terdiri atas berbagai tingkahlaku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun pencapaiannya secara terdiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham dan terutama keterkaitan terhadap nilai-nilai.
Pendek kata kebudayaan dalam kaitannya dengan ilmu budaya dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani ; tercakup didalamnya usaha memanusiakan diri didalam alam lingkungan, baik fisik maupun social.
2. Tujuan IBD (Ilmu Budaya Dasar)
a. Mengusahakan penajaman kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya sehingga mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama unyuk kepentingan profesi mereka.
b. Memberi kesempatan kepada para mahasiswa untuk dapat memperluas pandangan mereka tentang masalah kemanusiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
c. Mengusahakan agar para mahasiswa, sebagai calon pemimpin bangsa dan Negara serta ahli dalam bidang disiplin masing-masing, tidak jatuh dalam sifat-sifat kedaerahan dan pengotakan disiplin yang ketat. Usaha ini terjadi karena ruanglingkup pendidikan kita amat dan condong membuat spesialis yang berpandangan kurang luas. Mata kuliah ini berusaha menambah kemampuan mahasiswa untuk menanggapi maslah dan nilai-nilai umumnya.
d. Menjebatani para akademisi kita agar mereka mampu berkomunikasi satu sama lain. Dengan memiliki satu bekal yang sama, para akademisi diharapkan akan lebih lancar dalam hal berkomunikasi. Kalau carea berkomunikasi ini baik, komunikasi selanjutnya akan lebih memperlancar pelaksanaan pembangunan dalam berbagai bidang keahlian. Meskipun spesialisasi sangat penting, spesialisasi yang terlalu sempit akan membuat dunia seorang sarjana menjadi terlalu sempit.
3. Ruanglingkup Materi IBD (Ilmu Budaya Dasar)
Ilmu Budaya Dasar (IBD) identik dengan basic humanities. Humanities berasal dari kata latin humanus yang artinya manusiawi, berbudaya, dan halus (refined). Dengan mempelajari Ilmu Budaya Dasar ini diharapkan seseorang menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya, dan lebih halus.
Adapun ruanglingkup Ilmu Budaya Dasar adalah:
a. Berbagai aspek kehidupan yang mengungkapkan masalah-masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi keahlian. (disiplin) didalam pengertian budaya, maupun gabungan berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya.
b. Hakikat manusia yang satu atau universal, tetapi beragam perwujudannya dalam kebudayaan setiap zaman dan tempat. Dalam menghadapi lingkungan alam, social, dan budaya, manusia tidak hanya mewujudkan kesamaan-kesamaan, tetapi juga ketidak seragaman, sebagaimana ekspresinya dalam berbagai bentuk dan corak ungkapan, pikiran, perasaan, dan tingkah laku.
3. Ruanglingkup Materi ISD (Ilmu Sosial Dasar)
Adapun ruang lingkup materi Ilmu Sosial Dasar adalah:
a. Kenyataan-kenyataan social yang ada dalam masyarakat, yang secara bersama-sama merupakan maslah social tertentu. Kenyataan-kenyataan social tersebut sering ditanggapi secara berbeda oleh para ahli ilmu social. Karena adanya perbedaan latar belakang disiplin ilmu atau sudut pandangnya
b. Konsep-konsep social atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan social dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukakn untuk mempelajari masalah-masalah social.
Sebagai contoh dari konsep dasar semacam ini misalnya konsep keanekaragaman, dan konsep kesatuan social. Bertolak dari kedia konsep tersebut diatas, maka dapat kita pahami dan sadari di dalam masyarakat selalu terdapat:
1). Persamaan dan perbedaan pola pemikiran dan pola tingkah laku
baik secara individual maupu kelompok.
2). Persamaan dan perbedaan kepentingan.
Persamaan dan perbedaan itulah yang seringkali menyebabkan timbulnya konflik, kerjasama, kesetiakawanan antar individu dan golongan.
c. Masalah-masalah social yang timbul dalam masyarakat biasanya terlibat dalam berbagai kenyataan social yang antara satu dengan yang lainnya salaing berkaitan.


KONSEP DAN PROSPEKTIF ISD ( ILMU SOSIAL DASAR )

1. Pengertian ISD (Ilmu Sosial Dasar)
Ilmu Sosial Dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah social, khususnya masalah-masalah yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan pengertian-pengertian (fakta, konsep, teori) yang berasal dari berbagai bidang ilmu pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu social (seperti geografi social, sosiologi, antropologi social, ilmu politik, ekonomi, psikologi social, dan sejarah).
2. Tujuan ISD (Ilmu Sosial Dasar)
a. Tujuan umum diselenggarakannya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar ialah pembentukan dan pengembangan kepribadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan, dan pemikiran mengenai berbagai gejala yang ada dan timbul dalam lingkungannya, khususnya gejala berkenaan dengan masyarakat dengan orang lain, agar daya tanggap, presepsi, dan penalaran berkenaan dengan lingkungan social dapat dipertajam.
b. Tujuan khusus:
1). Memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan social dan masalah-maslah social yang ada dalam masyarakat.
2). Peka terhadap masalah-maslah social dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha menanggulanginya.
3). Menyadari bahwa setiap masalah social yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya (mempelajarinya).
4). Memahami jalan pikiran para ahli dalalm bidang ilmu pengetahuan lalin dan dapat berkomunikasi dengan mereka dalalm rangka penanggulangan maslah social yang timbul dalam masyarakat.
C. Ruanglingkup Materi IAD, IBD, ISD
Mengacu pada tujuan di atas maka ada dua masalah yang dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup pambahasan mata kuliah ISD, yaitu :
1. Adanya berbagai aspek yang merupakan suatu masalah social.
2. Adanya karagaman golongan dan kesatuan social lain dalam masyarakat.


4. Latar belakang ISD
Latar belakang ilmu sosial dasar
Latar belakang diberikannya mata kuliah ISD di perguruan tinggi, karena :
Banyaknya kritik yang ditunjukkan pada sistem pendidikan di perguruan tinggi bahwa sistem pendidikan yang diberikan masih berbau kolonial dan warisan sistem pendidikan pemerintah Belanda. Yang pendidikannya bertujuan untuk menghasilkan tenaga terampil untuk menjadi tukang yang mengisi birokrasi mereka.
Sistem pendidikannya masih tidak mengenali dimensi – dimensi lain di luar disiplin keilmuannya. Perguruan tinggi dianggap seolah – olah tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya sertak perkembangan masyarakat.






read more “KONSEP DAN PROSPEKTIF IAD ( ILMU ALAMIAH DASAR )”

Monday, December 14, 2009

setting cepat internetan

Browsing Internet dengan kecepatan yang tinggi pasti sangat menyenangkan, berbagai cara dilakukan untuk mempercepat koneksi internet baik menggunakan software agar koneksi internet menjadi lebih cepat maupun menggunakan settingan tertentu yang diklaim bisa mempercepat koneksi internet.

Berikut ini adalah beberapa tips yang dapat digunakan untuk mempercepat koneksi internet :


I. Menggubah setting bandwith Pada windows
Pada dasarnya OS windows sudah membatasi bandwidth untuk koneksi internet sebanyak 20% dari total bandwidth yang seharusnya bisa maksimal,Jika anda ingin menambah bandwidth internet supaya koneksinya terasa lebih cepat dan kencang bisa dengan cara mengurangi atau mengosongkan batasan bandwidth tersebut supaya pada Windows kita bisa maksimal dalam menggunakan bandwidth yang sudah ada.

Ikuti petunjuknya seperti dibawah ini :
Klik Start
Klik Run
Ketik gpedit.msc
Kemudian klik Ok
Setelah masuk klik Administrative Templates
Kemudian Klik Network
Setelah terbuka klik QoS Packet scheduler
Kemudian klik Limit Reservable Bandwidth
Dan setelah terbuka ubah setting menjadi Enable
Kemudian ubah Bandwidth Limitnya menjadi 0
Klik Apply,ok
Kemudian keluar dan Restart komputer
II. Gunakan DNS dari OpenDNS untuk koneksi internet yang lebih cepat dan lebih aman.
Klik Start
Klik Control Panel
Pilih Network & Internet Connection
Klik Network Connection
Klik Kanan Local Area Connection pilih Properties
Pilih Internet Protocol (TCP/IP) kemudian Klik Properties
Klik Use Following DNS Server
Isi Preferred DNS Server dengan angka : 208.67.222.222
Isi Alternate DNS Server dengan angka : 208.67.220.220
Kemudian Klik OK
III. Jika menggunakan Browser Firefox gunakan add on Fasterfox, bisa di download disini.

Fasterfox adalah sebuah add on yang berfungsi untuk mempercepat koneksi dengan melakukan optimasi pada network dan cache browser. Fungsi dari cache adalah untuk menyimpan data sementara dari website yang kita kunjungi, sehingga ketika kita membuka kembali website tersebut proses loading-nya akan lebih cepat karena datanya telah disimpan di cache.

Beberapa optimasi yang dapat dilakukan oleh fasterfox adalah: HTTP pipelining, Memory caching,Disk caching,DNS caching,FastBack caching.

IV. Bagi pengguna Firefox, silahkan pasang Adblock

Fungsinya adalah untuk mem-filter iklan-iklan yang tidak perlu pada saat kita browsing, sehingga proses loading akan menjadi lebih cepat dan maksimal.

OK brotha and sista, tips lain mengenai cara mempercepat koneksi internet gwa sambung lain kali ya bye..bye...



read more “setting cepat internetan”

Kiamat 2012 dan Fatwa Haram MUI

oleh: Abd. Basid*
Bak jamur di musim hujan, film Kiamat 2012 kini tumbuh laris diperbincangkan dan bioskop-boskop dipenuhi pengantri hanya untuk menonton film yang dibintangi oleh John Cusack dan Danny Glover ini. Sejak dimunculkannya film ini, mayoritas masyarakat Indonesia seakan terhipnotis dan tersihir karenanya. Film Hollywood yang berdurasi 120 menit (2 jam) ini laku pesat, mengungguli film Ayat-Ayat Cinta dan Laskar Pelangi untuk film Indonesia, atau film sekuel James Bond untuk film Barat yang juga menarik perhatian masyarakat.
Di Surabaya film ini diputar di tujuh gedung bioskop dan di Malang diputar di dua gedung. Di Surabaya saja, film produksi Columbia Pictures ini diputar dalam 54 kali show setiap hari. Dengan asumsi tiap gedung bioskop berkapasitas rata-rata 200 kursi, maka setiap harinya film ini disaksikan 10.000 penonton (Surya, 17/11). Di Amerika Serikat (AS) juga demikian, seperti dikutip dari Associated Press, di pekan pertamanya, film buatan Sony Pictures tersebut meraih USD 225 juta (sekitar Rp 2,1 triliun) (Jawa Pos, 17/11).
Seperti yang diinfokan berbagai media bahwa film itu bercerita tentang bencana yang datang secara serentetan. Meteor sebesar traktor dan pergeseran lempeng bumi sehingga mengakibatkan gempa belasan skala richter dan tsunami yang menghajar hampir seluruh daratan. Nah, semua itu (katanya) akan terjadi tiga tahun lagi, 2012. Hal itu berdalih pada kalender maya, bahwa dalam kalender maya, tepat tanggal 21 Desember 2012 nanti adalah hari terakhir yang dimiliki bumi. Sekarang, benarkah kiamat akan terjadi pada 2012 nanti?
Masalah akan tibanya hari kiamat tidak ada yang tahu. Kapan itu, hanya Allah yang tahu. Nabi Muhammad yang merupakan rasul Allah pun tidak mengetahui kapan kiamat akan terjadi. Kita cuma tahu tanda-tandanya saja. Baik tanda-tanda yang kecil, seperti lebih dominannya kaum hawa, maupun yang besar seperti terbitnya matahari dari arah barat.
Karena demikian, maka wajar ketika ada kalangan (ulama’) yang melarang agar film itu tidak dipublikasikan di negara ini, karena takut merusak akidah masyarakat dan menggiring kesesatan umat. Bahkan, yang lebih ekstrim lagi ada yang mengharamkan menontonnya, seperti halnya MUI Malang, Kalimantan Selatan dan Aceh. Mereka menfatwakan dan berinisiatif ingin melayangkan surat ke MUI pusat menanggapi film Kiamat 2012 itu. Bahkan di Situbondo, satu hari setelah adanya MUI Malang, MUI Situbondo melakukan razia di warnet-warnet memeriksa takut memutar dan menyediakan video film Kiamat 2012 (Surya, 18/11).
Salahkah mempulikasikan film tersebut dan haramkah menontonnya? Hemat penulis, jika menfatwakan haram menontonnya, itu merupakan keputusan yang “keterlaluan”. Apalagi film tersebut belum terbukti ber-mudharat. Terbukti, banyak komentar masyarakat yang sudah menontonnya mengatakan bahwa film itu biasa-biasa saja tidak berdampak apa-apa kecuali hanya hiburan yang berupa visualisasi yang jauh dari dan berbeda dengan terjadinya kiamat yang dituturkan kitab-kitab yang ada.
Pada era sekarang ini, masyarakat tidak takut lagi pada label haram. Bahkan, terkadang, fatwa haram itu sendiri lah yang membuat kisruh permasalahan. Seperti, fatwa haram The Master dan mengemis oleh MUI Sumenep bulan lalu. Dua fatwa haram tersebut sempat menghangatkan perbincangan, namun kenyataannya sekarang adem ayem tidak ada apa-apa.
Maka dari itu, menanggapi fenomena masa kini, kiranya kita tidak usah memakai label haram. Masyakat sekarang sudah tidak takut lagi sama label haram. Kalau umpamanya fenomena masa kini yang terjadi itu benar-benar terbukti membawa mudharat, maka (mungkin) sekiranya langsung saja ditindak (turun lapangan) yang tentunya berkoordinasi dengan pihak yang berhak dan berwajib. Seperti fenomena The Master, umpamanya, langsung berkoordinasi dengan pertelevisian (sensor) dan pemerintah.
Fenomena mengemis umpamanya dengan cara turun langsung ke lapangan melalui kawalan keamanan dan satuan polisi pamong praja (Satpol PP) yang bertugas dengan menindak langsung menjatuhkan sanksi yang telah disepakati.

Propaganda Barat
Kalau kembali pada perbincangan film Kiamat 2012. Kiranya, kalau boleh penulis menelisik, semua itu tidak ubahnya merupakan propaganda orang barat. Seperti yang kita ketahui bahwa orang barat itu paling pintar memanfaatkan moment sedangkan kita hanya menjadi pengkonsumsi setianya. Nah, begitu juga dengan film Kiamat 2012. Kita hanya menjadi pengkonsumsinya dari hasil olah orang barat. Dengan dimikian, akankah kita “berperang”—dengan label haram—dengan sesama hanya karena propaganda orang luar? Tidak mungkinkah mereka menertawakan kita?
Akhir kata, penulis bukan berarti tidak mau pada MUI. Karena bagaimanapun juga MUI merupakan para ulama’ yang tentunya lebih awal dan arif. Dan bukan berarti juga penulis berkeyakinan bahwa kiamat akan terjadi pada 2012 nanti. Karena bagaimanapun juga tidak ada yang tahu kapan kiamat akan terjadi. Namun, tulisan pendek ini tidak lebih hanyalah sekedar opini penulis yang berusaha membaca fenomena-fenomena masa kini yang terjadi dan merebak di Indonesia ini dengan tidak lagi menggunakan label (haram), mengigat film Kiamat 2012 belum jelas membahayakan keyakinan (agama). Masih dhanni (praduga). Wallahu a’lam…

*Abd. Basid, pengelola situs; lingkaran-koma.blogspot.com



read more “Kiamat 2012 dan Fatwa Haram MUI”

PARADIGMA PENDIDIKAN

Setiap Paradigma pendidikan tidak bisa terlepas dari akar filosofisnya. Paradigma pendidikan manapun tetap tidak bisa lepas dari aliran filsafat yang menjadi induknya sebab pendidkan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya.
Pendidikan  sebagai disiplin ilmu tentunya memiliki kontruksi filosofis tersendiri sebagai bagian dari cabang-cabang filsafat pada umumnya. Dengan memahami akar filosofis masing-masing paradigma pendidikan itu kita bisa dengan mudah membaca karakter masing-masing. Minimal kita tahu aliran filsafat yang melatarbelakangi suatu paradigma pendidikan.
Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling mengkonstruksi masing-masing paradigma pendidikan tersebut. Maksudnya setiap aliran berusaha menampilkan bentuk keberfihakan serta karakter masing-masing yang berbeda.
Berangkat dari aliran-aliran filsafat yang bermacam-macam itu kemudian membentuk paradigma yang berbeda-beda pula. Sederhananya pardigma yang dimaksud disini adalah sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pendidikan.
Dalam diskursus  filsafat pendidikan kontemporer terdapat jenis aliran dalam filssafat pendidikan. Filsafat pendidikan itu yakni meliputi aliran progresifisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme, aliran filsafat  tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda.
Progresifisme bercirikan atas penolakan segala bentuk otoritarianisme dan abslutisme. Disamping itu progrsfisme juga menaruh kepercayaan penh terhadap kuasa manusia dalam menentukan hidupnya. Faktor kebebasan penuh yang dimiliki oleh manusia menjadi ciri khas manusia progresif.
Aliran filsafat yang kedua adalah aliran filsfat esensialisme, yakni pandangan filsafat yang bercirikan humanisme, dan merupakan perpaduan antara  filsafat idealisme dan realisme  hampr sepadam dengan progresifisme.
Yang membedakan antara progresifisme dan eensialisme adalah pada orientasi pendidikan masing-masing. Filsafat pendidikan  progresifisme berhaluan masa depan sehingga dengan pendidikan dipandang debagai upaya merekontruksi secara terus menerus pengetahuan bagi manusia menuju kesempurnaan. Progresifisme berhaluan  anti kemapanan sehingga bertentangan dengan esensialisme, sementara aliran esensialisme lebih berorientasi  untuk mempertahankan nilai-nilai yang sudah mapan.
 Aliran filsafat  pendidikan esensialisme merupakan gelombang counter atas pola piker ilmiah dan materialistik abad modern sehingga sangat mengabaikan potensi-ptensi  kemanusiaan (humanisme) karena mdenitas membuahkan kehampaan spiiritualitas bagi manusia  maka sangnt bertentangan dengan fitrah manusia pada umumnya-. Oleh karena itu pandangan filsafat esensialisme berusaha mengembalikan manusia sesuai fitrahnya.
Tujuan utama aliran filsafat ini  esensialisme adalah  menggapai kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Alran ni bernuansa theistik karena menyempatkan ruang bagi dunia lain di luar batas dunia lain.aliran filsafat perenialisme bercirikan atas norma-norma kekekalan sesuai dengan namanya perennial yang artinya abadi atau kekal.
Aliran ini merupakn gelombang counter atas modernitas di barat yang cenderung keringdari nuansa religiusitas.
Aliran filsafat pendidikan eksistensialisme  mencuat kepermukaan pasca perang ke dua. Pasca perang dunia ke dua peradaban nmanusia hamper mengalami kepunahan banyak kemudian pemikir duniamulai memikirkan nsib dunia danperadabannya. Lahirlah aliran pemikiran eksisitensialis dalam bidang pendidikan.
Tujuan  utama  aliran filsafat pendidikan eksisitensialisme adalah mengembalikan sepenuhnya peradaban manusia  yang hamper mengalami kepunahan. Pasca perang ke dua peradaban manusia banyak yang hansur akibat keserakahan kelompokm manusia. Filsafat eksistensialissme  mencoba untuk menjawab fenomena kepunahan manusia tersebut.
Filsafat pendidikan  selanjutnya adalah filsafat prendidikan rekonstruksionalisme, juga merupakan juga merupakan gelombanmg counter atas krisis kemanusiaan di era mdern. Senafas dengan progresfisme  dan perenialisme, filsafat rekontruksionalisme berusaha membangun peradaban secara dinamis tanpa terhenti oleh kemapanan, disamping mengembalikan arti kebebasan manusia seduai dengan fitrahnya.
Aliran filsafat  pendidikan rekonstuksionalisme menjadi kekuatan baru dalam usaha membongkar tatanan lama yang penuh dengan penuh dengan permasalahan menjadi tatanan baru demi kebaikan manusia. Para penyokong  rekontruksionakisme  yakin akan tatanan dunia baru  dengan peradaban yang baru pula.
Dari seluruh aliran filsafat penddikan diatas melahirkan ragam paradigma. Setiap paradigma akan menujukan karakter akan menunjukan karakter sesuai dengan karakter sesuai dengankarakter aliran-aliran yang dianutnya. Seperti halnya peradigma pendidikan konservatif, liberal  dan kritis juga menganut bebrapa aliran diatas.
Paradigma-paradigma pendidikan yang berkembang selama ini bisa dikategorikan dalam tiga kelompok  besar, yaitu pardigma pendidikan konservatif, liberal, dan kritis. Kesemuanya itu memiliki memiliki akar filosofis  yang berbeda-beda.
Paradigma pendidikan konservatif misalnya merupakan anak cabang dari filsafat skolastik di barat ynng perenialis sekalgus esensialis.  Ketika peradaaban barat didomiasi oleh otoritas gerjapada saat itu manusia tidak memiliki kuasa untuk merubah segala macam  tatann social yang ada. Bahkan otritas menentukan nasib dirinya  sediri tak dimilikinya. Otoritas sepenuhnya menjadi  milik gerja, sehingga bapak-bapak pendeta seolah mewakili kehendak dan perwujudan tuhan di bumi. Bahkan bisa dikatakan terlalu sehingga sangat fatlistik.
Filsafat skolastik yang bernuansa fatalistik telah menempatkan objek manusia sebagai objek fasif. Kehadiran manusia di dunia sebenarnya hanya sekedar menjalankan sabda Tuhan yang telah termaktub dalam suratan takdir. Inilah karakter perenialistik yang terlalu berlebihan, sehingga dia hanya menjadi pelaksana pasif dari ketentuan-ketentuan Tuhan yang diyakinya benar. Manusia tinggal menjalankan Sabda Tuhan itu tanpa banyak melakukan banyak protes, kritik atau harus mengingkarinya.
Dengan membaca karakter paradigma pendidikan  konservatif, amat kentara di dalamnya yang bernuansa perenialistis dan esensialis. Akibatnya pendidikan konsevatif hanya sebatas perwujudan manusia dalam menjalani hidupnya. Menusia cenderung bepikiran aif atau bahka magis karena keyakinan untuk mempertahankan norma-norma yang telah mapan sangat kuat. Bahkan pendidikan kondervatf yang berorientasi keakhiratan itu telah menenggelamkan  eksistensi manusia sebagai pelakuaktif kehidupannya. Jelaslah jika paradigma pendidikan konservatif sangt naïf, bahkan telah terperosok ke dalam magis.
Pardigma pendidikan liberal yang bermuara pada  semangat modernisasi di barat lebih mengutamakan kebebasan indivdu. Jika kita membaca secara cerdas fenomena modernisasi  sebenarnya merupakan suatu gerakan protes, atau bisa dikatakan sebagai counter atas hegemoni otoritas gereja . paradigma ini termasuk beraliran progresif  dan eksistensialis. Modernisasi merupakan jawaban atas jawaban atas skolastik yang boleh dikata telah meniadakan potensi-potensi  kemnusiaan.
Pasca filsof Thomas Aquinas (1225-1274 M) peradaban mulai tercerahkan sewaktu rene descartus mendeklarasikan filsafat Rasionalisme-nya.  Kehasiran Descartes bisa dikatakan sebagai penyelamat peradaban barat yang pada waktu itu telah tenggelam dalam nuansa taklidisme.
Descartes membuka satu pencerahan bagi peradaban barat  untuk mengakui arti kebebebasan individual. Penjegalan kebebasan  individu di masa skolastik,  telah menenggelamkan eksistensi manusia. Maka era kebebasan  dengan paham keilmuan baru  rasionalisme merupakan pertanda baaik bagi keberaaan (eksistensia) manusia. sebab manusia dengan seluruh potensi yang dimiliknya  sangat diakui dan di hargai . karakter rasionalis dan pengakuan terhadap hak-hak individual  menjadi karakter utama  filsafat progresifisme  dan eksistensialisme.
Membaca gelombang modernisasi di barat kita bissa menemukan beberapa karakter utaanya  karakter modernitas sebagai produk filasafat rasionalisme diantaranya pertama mengakui sepenuhnya arti kebebasan manusia dengn seluruh potensi yang dimiikinya konskwensi dari modernisasi yang sepenuhnya ersifat rasional telah mewajibkan yang menjadi karakter mdernisasi itu kemudian mempertinggi semangat egoisme manusia. Kedua  filsafat rasionalisme yang bermula dari metode cogito Descartes bercirikan akal (ratio. Maksudnya adalah semua pengetahuan dibangun atas asumsi rasional, setiap pengetahuan bukan hanya berdasarkan asumsi-asumsi filosofis juga bukan hanya sekedar pengalaman epiris akan tetapi merupaka manifestasi atas ide-ide dalam realitas empirisnya.
Oleh karena itu segala macam dogma yang menggumpal sepeninggalan abad Skolasttik semakin terkikis habis bangsa barat kemudian tampil dengn pengetahuan rasional mereka. Kontruksi pengetahuan barat bernbalik seratus persen dri dogmatisme menu rasionalisme empiris. Barat kemudian semakin eksis dengan paradigma fositifisme mereka..ketiga modernisasi disamping bercirikan kebebasan (individualisme) dan rasional juga bernuansa empiris maksudnya, pengetahuan rasional tidak hanya dilahirkan atas asumsi-asumsi rasional belaka akan tetapi harus teruji secara empiris. Paradigma lmu pengetahuan abad modern kemudian bernuansa positifistik.
Manusia di abad modern memiliki karakter rasional, bebas, dan berhaluan positifistik. Dari sinilah kemudian paradigma pendidikan liberal itu lahir. Namun positifisik itu kemudian banyak menuai kritik.
Pardigma positifistik (empirisme) memiliki karakter khusus seperti empiris (inderawi), universalisme dan geeralisasi melalui kmpulan kumpulan teori.akan tetapi madzhab positifisme telah terbantahkan melalui gagasan-gagasan dari jurgen habermas seorang tokoh utama madhab frankfruit.
Kritik Habermas terhadap positifisme meliputi pertama; pengetahuan instrumental (instrumental knowledge) yang bertujuan untuk mengontrol, memprediksi memanifulasi serta eksploitasi terhadap objek  kedua; tafsir ilmu pengetauan (hermeneutic knowledge) yang betujuan hanya untuk memahami objek saja. Dan ketiga ; pengetahuan kritis ( critical knowledge) atau emansifatory knowledge yang menempatkan pengetahuan sebagai katalis untuk membeaskan manusia.
Dengan memahami karakter pendidikan liberal itu, kita bisa memilah-milahnya dalam perspektif aliran-aliran filsafatnya. Paradigma pendidikan liberal yang rasional jelas bernuansa progregsif eksistenislistik dan esensialistik. Meskipun dalam berbagai aspek sedikit ke arah perenialistik, namun tidak seberapa, disinilah kemudian melahirkan problem kemanusian baru.
Sementara paradigma pendidikan  kritis merupakan counter atas arus modernitas yang dipandang telah menghilangkan nilai-nilai humanitas, manusia-manusia modern justru semakin terasing dengan ilmu mereka (Teralienasi), dan juga terekploritasi dengan produk-produk modernitas.
Seharuusnya manusia berfungsi sebagai subjek aktif yang menjalankan modernitas tadi tetapi realitasnya justru mengatakan lain. Justru manusia harus menadi objek dari kenajuan teknologi  karya akal mereka sendiri.modernitas kemudian menjadi sebuah pardoks bagi kebebasan manusia. Pardigma  pendidikan kritis bernuansa progresif, eksistensialis dan sekaligus rekonstruktif. Artinya paradigma krtis merupakan counter  pemikiran Skolastik  yang magis, juga sekaligus counter modernitas yang de-humanistik.
Parrdigma pendidikan liberal ternyata belum mampu  mejawab problem kemanusiaan  abad mutakhir.  Meskipun berasaskan rasionalitas sebagai bagian dari potensi-potensi keanusiaan paradigma yang satu ini  telah terhambat oleh modernitas yang cenderung mengeksploitasi dan mempersempit kebebasan manusia kondisi seperti itulah yang kemudian mewajibkan lahirnya paradigma baru dalam pendidikan.
Kehadiran paradigma pendidikan kritis bermula dari gelombang pemikiran intelektual postmodernis di Jerman. Metode dekontruksi menjadi piranti paling efektif untuk mendobrak kemapanan-kemapanan pengetahuan, sehingga banyak persoalan yang tadinya telah baku menjadi berantakan. Pemikiran dekontruksi memag mencoba kritis terhadap pengetahuan yang mapan .
Namun jika kita menganalisa lebih dalam lagi, prototype gelombang postmo itu sebenarnya sudah dimulai dari kehidupan seorang filsof eksisitensialis, Nietzsche. Pemikiran-pemikirannya ang dekonstruktif telah banyak membongkar kemapanan-kemapanan peradaban, sampai moralitas sekalipun.
Dalam konteks pendidikan, paradigma kritis telah diusung oleh sosok brilian dari barazil, dialah Paulo Praire sosok fenomenal yang pemikirannya sampai saat ini mejadi referensi bagi praktisi pendidikan maupun pengamat social kritis.
Pulo Praire yang tlah menggagas pendidian kritis (radikal) banyak dipengaruhi oleh pemikiran tokoh pendahulunya. Nietzsche, Karl Marx,Sartere,Maslow, adalah sebagian kecil dari tokoh –tokoh yang pemikiran mereka banyak mempengaruhi tokoh Praire. Oleh karena itu karakter dari pendidikan kritis sering bermuka banyak pendidikan kritis “dekonstruktif”, “kiri” (marxis), “humanis”(Maslowian), “Progresif” dan sebagainya.
Uraian singkat diatas mungkin sedikit memberikan gambaran seputar latar belakang seputar filodofis masimg-masing paradigma pendidikan. Namun sebelum membahas tiga paradigma yang besar yaitu antara paradigma pendidikann,konservatif, liberal, dan kritis, maka baiknya kita mempertanyakan terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan paradigma itu?
Secara sederhana, paradigma bisa di identikan dengan teori, konsep atau kumpulan pemikiran yang menjadi acuan dalam usaha menelaah dan mengkaji serta membandingkan suatu objek pembahasan. Parasigma itu sendiri juga sering di identikan dengan perspektif, berisi kumpulan pengertian atau teori yang mengacu pad a kerangka filosofis tertentu.
Dalam tradisi keilmuan kita,  paradigma itu seendiri  nantinya menjadi sebuah pisau analisis atau mata baca dalam  suatu pembahasan. Karena paradigma itu bermacam-macam, maka kesimpulan atau pemahamannya pun berbeda beda. Paradigma pendidian konservatif jelas akan berbeda dengan paradigma pendidiakn liberal dalam memahami persoalan hakekat manusia. Demikian  juga dengan paradigma epndidiakn kritis  akan berbeda Pula dengan kedua paradigma tersebut dalam memandang hakekat manusia.
Kehadiran paradigma tesebut mnejadi tawaran  bagi kita semua untuk menyikai realitas pendidikan saat ini apakah kita akan menerima aparadigma konsefatif dengan segala knsekwensinya atau sebaliknya kita akan sepakat dengan paradigma liberal, atu dengan paradigma pendidikan kritis  sebagai alteantif untuk menjawab  kejumudan pendidikan kita.
 
A. Paradigma  Pendidikan Konservatif.
Dalam konteks penddikan Islam  paradigma konservatif mengenal dualisme  terutama sekali berkaitan dengan  pembelajaran (kurikulum) yakni anara kurikulum pendidikaan Islam dan pendidikan umum. Disini kita akan membahas mengenai pemikran al- Gazali yang pernah menggagas  mengenai  dualisme ilmu pengetahuan itu, dengan dualisme tersebut menyebabkan umat Islam cenderung Fatalistik. Kalau meminjam  istilah Teologi Islam aliran yang berkembang  di kalangan umat Islam adalah aliran teologi Jabariyah. Paham teologis yang  satu ini beraliran perenialis sekaligus esensialis. Sama artinya jika pendidikan Islam bernuansa tradisional.
 
      Hakikat Manusia
Pandangan Pendidikan Konservatif Tentang tentang hakikat manusia  menurut filsafat pandidikan konsevatif, mausia hanya menduduki  posisi sebagai objek pasif. Manusia dipandang sebagai  objek dari kebijakan Tuhan  sehingga dia tidak memiliki daya upaya  untuk merubah nasib hidupnya. Apa yang telah dirasakan apa yang telah dijalani, dan apa  yang menjadi miliknya  maka itulah yag terbaik bagi mereka, inilah karakter aliran filsfat perenialis itu.
Manusia konservatif tidak mampu membaca relasi-relasi  social yang mempengaruhi  nasib hidupnya , baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dia tidak bisa membantah  kondisi social  atau nasibnya  disebabkan keyakinan yang fatalistic. Dalam diri manusia  konservatif meyakini bahwa nasib, perbuatan baik maupun buruk, adalah ketetapan (takdir) dari Tuhan.  Oleh karena itu manusia konservatif  dikategorikan pada type berkesadaran magis.
 Paradigma koservatif dalam pandangan Islam mengenal hakikat manusia sebagai objek statis  tanpa kebebasan berekspresi, berkreasi dan berdialektika  dengan beragam persoalan hidupnya. Orientasi pendidikan konservatif cenderung  untuk melestarikan norma-norma kemapanan, hal inipun senafas dengan aliran esnsialisme.
Apliaksi nyata konsep manusia sebagai objek statis bisa dilihat dalam praktek-praktek pembelajaran  yang tertuang dalam metode-metode seperti  menghafal (muhafadzah)membaca (qiraah), dan  mennerjemah (tarjamah) menengar (istima’)  dan sebagainya. Manusia diposisikan sebagai  objek statis dan wajib taat kepada guru. Dalam istilahnya  kaum sntri dikenal semboyan smi’na waato’na. ketika kiayi atau ustadz mengajar atau memberikan intruksi murid-murid wajib mendengarkan ataumentaatinya.
 
Hakikat  Pendidikan.
Dalam pandangan filsafat konsevatif  potensi-potensi konflik (kontardiksi) dalam relitas social selalu di hindari. Pendidikan  konservatif selalu mengutamakan harmoni hubungan antar relasi-relsi, sehingga hidup ini selalu dijalani engan sabar dan tanpa neko-neko atau bermacam-macam,  psarah dan tunduk pada norma-norma  mapan itupun menjadi cirri aliran pereniaklis dan esensialis
Pendidikan bagi kaum konservatif dikonotasikan sebagai proses menerima, bersabar atau menanggung nasib  dengan penuh keyakinan bahwa mereka akin akan mendapatkan kebahagiaan kelak di akhiat. Paradigma pendidikan konservatif anti perubahan dan tidak konstruktif dan kurang progresif. Tidak ada prinsip persaingan hidup, apalagi harus meekayasa nasib  sesuai dengan kehendaknya sendiri  kondisi seperti ini terlihat jelas pasca kemenangan Al-Ghazali  yang berpolemik  dengan para filsof sebelumnya.Al-Ghazali telah membius kesadaran umat Islam menjadi magis atau bernuansa perenialis atau esensialis.
Untuk merubah paradigma pendidika konservatif maka lahirlah paradigma pendidikan liberal.
 
      B. Paradigma Pendidikan Liberal
Berbeda dengan paradigma pendidikan konservatif, Paradigma pendidikan liberal bermuara pada  konsep modernisasi di Barat. Salah satu faktor modernitas adalah pengakuan sepenuhnya terhadap kebebasan individu. Di samping kebebasan individu, modernisasi juga mengedepankan kebebasan kuasa akal manusia (rasionalis). Paradigma pendidikan liberal berkiblat pada aliran filsafat eksistensialis dan progresifisme. Namun, sekali lagi paradigma penidikan  liberal itu tetap berorientasi  untuk melanggengkan norma-norma yang telah mapan, akibatnya pendidikan liberal tidak konstruktif atau dinamis.
Paradigma pendidikan liberal tidak bisa lepas dari dasar filosofnya , yakni disebut aliran filsafat positivisme, sementara positivisme itu sendiri merupakan paradigma keilmuan yang berakar dari filsafat rasionalisme.
Adapun akar permasalahan yang mendasari adanya paradigma ini adalah pandangan yang mengedepankan aspek potensi, perlindungan hak-hak dan kebebasan manusia  (freedom, hurriyyah). Paham individualistic sangat kuat mempengaruhi paradigma pendidiakn liberal.
Semangat individualisme amat kentara dalam konteks kehidupan masyarakat urban  seperti dalam rumah tangga tidak mengenal dengan tetangga lainnya. Fenomena seperti ini sudah lazim dalam realitas masyarakat perkotaan. Namun inilah sebenarnya yang menjadi bumerang bagi modernitas itu sendiri sebab semangat modernisme di awal pertumbuhannya sudah jelas  untuk membebaskan manusia dari belenggu-belenggu determinisme. Namun anehnya  modernitas kembali membelenggu kebebasan manusia .
Dalam konteks potensi, akal manusialah yang di pandang paling urgen dalam paradigma pendidikan liberal. Manusia dipandang sebagai binatang yang rasional (animal rasional) merupakan kelainan tersendiri bagi ragam eksistensi yang ada. Manusia tidak bisa disamakan dengan eksistensi lainnya yang tidak berakal.
Disamping pendewaan akal manusia, paradigma pendidikan liberal juga mengakui atas hak-hak individu manusia.  Maksudnya setiap manusia memiliki kebebasan memilih  dan bertindak sesuai dengan hatinya, orang lain tidak punya hak atas tindakan dan pilihannya. Oleh karena itu paradigma pendidikan liberal  bernuansa kebebasan manusia secara individual.
Paradigma pendidikan liberal juga mengalami beberapa anomali yang memerlukan penambahan-penambahan. Kebebasan manusia menurut paradigma ini bermuara pada prinsip Individualisme sebagai konsekwensi  dari arus modernisasi barat yang cenderung kering dari kehidupan religiusitas (Muarif,  2005 :46). Dalam paradigma ini cenderung terjadi pendikotomian antara pendidikan Islam dan pendidikan umum, di karenakan agama tidak dijadikan suatu bagian dari ilmu pengetahuan.
Untuk mencermati perkembangan pendidikan Islam yang ada maka diperlukan paradigma yang dapat mendukung proses pendidikan di era globalisasi yang sarat dengan tuntutan modernisasi  dan dapat membendung ekses negative dari mdernisasi itu.




read more “PARADIGMA PENDIDIKAN”

Thursday, November 12, 2009

ANTROPOLOGI

1.Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

  Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannyaPada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

  Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

  Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
(Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta: 1986)
(Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi Jilid I, UI Press, Jakarta: 1990.)

2.         Antropologi agama adalah melihat bagaimana agama dipraktikkan, diinterpretasi, dan diyakini oleh penganutnya. Jadi pembahasan tentang bagaimana hubungan agama dan budaya sangat penting untuk melihat agama yang dipraktikkan. Kepentingan untuk melihat agama dalam masyarakat juga sangat penting jika dikaitkan dengan wacana posmodernisme yang berkembang belakangan ini. Walaupun para ilmuwan sosial masih mendebatkan apakah yang disebut sebagai posmodernis adalah “fenomena” atau sebuah kerangka “desconstruction theory“, mereka bersepakat tentang bangkitnya―dalam arti diakuinya kembali local knowledge sebagai sebuah kebenaran―budaya lokal dalam percaturan dunia global. Bagi ahli politik, misalnya apa yang disinyalir oleh Fukuyama dengan klaimnya The End of History and the Last Man, globalisasi berarti adalah diterimanya sistem demokrasi liberal sebagai satu sistem yang laik dipakai
Studi antropologis mengenai agama dengan demikian merupakan suatu operasi dua tahap. Pertama, suatu analisis atas sistem makna-makna yang terkandung di dalam simbol-simbol yang meliputi agama tertentu, dan kedua, mengaitkan sistem-sistem ini pada struktur sosial dan proses-proses psikologis.
Secara garis besar kajian agama dalam antropologi dapat dikategorikan ke dalam empat kerangka teoritis; intellectualist, structuralist, functionalist dan symbolist. Tradisi kajian agama dalam antropologi diawali dengan mengkaji agama dari sudut pandang intelektualisme yang mencoba untuk melihat definisi agama dalam setiap masyarakat dan kemudian melihat perkembangan (religious development) dalam satu masyarakat. Termasuk dalam tradisi adalah misalnya E.B. Taylor yang berupaya untuk mendefinisikan agama sebagai kepercayaan terhadap adanya kekuatan supranatural. Walaupun definisi agama ini sangat minimalis, definis ini menunjukkan kecenderungan melakukan generalisasi realitas agama dari animisme sampai kepada agama monoteis. Kecenderungan tradisi intelektualisme ini kemudian meneliti dari sudut perkembangan agama dari yang anismisme menuju monoteisme. Menurut Mircea Eliade perkembangan agama menujukkan adanya gejala seperti bandul jam yang selalu bergerak dari satu ujung ke ujung yang lain. Demikian juga agama berkembang dari kecenderungan anismisme menuju monoteisme dan akan kembali ke animisme. Tetapi, berdasar pada ajaran yang terdapat dalam kitab suci, Max Muller berpandangan bahwa agama bermula dari monotheisme kemudian berkembang menjadi agama-agama yang banyak itu.
(Hilman Hadikusuma, Antropologi agama, Jilid 1, Citra Aditya Bakti, 1993)

3. Jika agama diperuntukkan untuk kepentingan manusia, maka sesungguhnya persoalan-persoalan manusia adalah juga merupakan persoalan agama. Dalam Islam manusia digambarkan sebagai khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi. Secara antropologis ungkapan ini berarti bahwa sesungguhnya realitas manusia adalah realitas ketuhanan. Tanpa memahami realitas manusia-termasuk di dalamnya adalah realitas sosial budayanya-pemahaman terhadap ketuhanan tidak akan sempurna, karena separuh dari realitas ketuhanan tidak dimengerti. Di sini terlihat betapa kajian tentang manusia, yang itu menjadi pusat perhatian antropologi, menjadi sangat penting. Pentingnya mempelajari realitas manusia ini juga terlihat dari pesan Al-Qur’an ketika membicarakan konsep-konsep keagamaan. Al-Qur’an seringkali menggunakan “orang” untuk menjelaskan konsep kesalehan. Misalnya, untuk menjelaskan tentang konsep takwa, Al-Qur’an menunjuk pada konsep “muttaqien“, untuk menjelaskan konsep sabar, Al-Qur’an menggunakan kata “orang sabar” dan seterusnya. Kalau kita merujuk pada pesan Qur’an yang demikian itu sesungguhnya, konsep-konsep keagamaan itu termanifestasikan dalam perilaku manusia. Oleh karena itu pemahaman konsep agama terletak pada pemahaman realitas kemanusiaan. Dengan demikian realitas manusia sesungguhnya adalah realitas empiris dari ketuhanan. Dan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia adalah cerminan dari permasalahan ketuhanan. Maka mempelajari realitas manusia, dengan segala aspeknya, adalah mempelajari Tuhan (baca agama) dalam realitas empiris.

read more “ANTROPOLOGI”

FILSAFAT


Bagi Plato “ Realitas itu memiliki dua kenyataan: ada yang berubah dan ada yang tetap. Yang berubah tertangkap oleh inderawi, sedang yang tetap tertangkap oleh pikiran. Logos, menjadi sebab perubahan terus menerus, serta mengatur segala perubahan”. Pada pemikiran Plato untuk meraih yang bersifat umum (universal) yang dapat dipikirkan oleh ide. Karena itu Plato menganggap bahwa pengetahuan yang diberikan oleh indera adalah doxa (pengetahuan yang menyesatkan), walaupun Plato juga menganggap data indera itu penting sebagai jalan menuju pengetahuan yang benar. Apa yang diserap oleh indera bagi Plato hanya berguna sejauh ia menghasilkan forma (bentuk) yang bisa mengingatkan kita pada pola di dunia idea. Jadi, dunia benda-benda yang dapat kita inderai tidak diperhatikan oleh Plato.
Aristoteles, salah seorang murid Plato, membelokkan kecenderungan ini. Bagi dia, yang nyata itu bukan yang bersifat umum (universal), namun yang bersifat khusus (partikular). Hidup bagaimanapun juga berada dan bercampur dengan yang khusus dan kita tak pernah menemukan yang umum (ayam ide, mawar ide, dan seterusnya).
Jadi yang ada adalah konkret yang biasa dapat kita amati dengan indera. Di luar benda-benda konkret, atau selain benda-benda konkret itu, tak bisa disebut sebagai ada. Pengertian-pengertian umum hanya mengungkapkan apa yang dimiliki bersama oleh sekelompok benda. Pengertian umum itu hanya sebutan saja, bahwa pengertian umum terdapat di dalam benda konkret dan bersama-sama dengan benda konkret itu.
Yang khusus itu (partikular) dikaitkan dengan istilah substansi, yaitu benda yang dapat ada tanpa tergantung pada yang lain. “Benda” semacam  ini bukan sekedar forma atau sebongkah bahan. Benda ini justru gabungan antara bahan dan forma. Perbedaan antara bahan dan forma ini dapat kita ingat kembali dengan mengulang cara berfikir Plato. Bagi Plato apa yang dapat diinderai adalah bahan (matter) dari benda-benda yang hanya ilusi, sedangkan yang nyata adalah “bentuk” atau “pola” (forma) yang bisa ditangkap oleh pikiran. Bagi Aristoteles bahan bukan ilusi atau pelengkap yang mengiringi bentuk (forma). Bahan justru memberikan nilai khas bagi keberadaan suatu benda dalam kenyataan.
Manusia tidak seperti benda, ia berada di tengah dunia dengan cara yang khas. Yaitu bahwa manusia sadar akan benda yang ada disekitarnya. Kesadaran akan kehadiran yang lain ini akan melahirkan pengetahuan. Dalam proses mengetahui itu, manusia mencoba menggunakan apa yang dimilikinya : indera dan akal budi.
Aristoteles mau yang konkret, karena itu ia percaya pada indera. Ia tentu juga percaya pada akal budi, karena itu ia percaya sebab Tuhan. Padahal keduanya tidak bisa diindera.
Pengetahuan indera menurut Aristoteles memberikan kita pengetahuan tentang bentuk benda tanpa materinya. Maksudnya yang kita dapatkan dari inderawi hanyalah apa yang tampak oleh mata, terdengar oleh telinga, teraba oleh kulit, dan terbau oleh hidung. Materinya sendiri tidak pernah bisa kita masukkan ke dalam diri kita. Melalui bentuk itulah kemudian akal indera mendapatkan bahan bagi kegiatan berfikirnya. Pengalaman indera hanya terbatas pada situasi konkret.
Paham positivisme yang dibawa oleh Auguste Comte ialah satu-satunya wujud yang real adalah yang positif, yakni yang bisa diobservasi melalui indera saja. Segala wujud yang berada dibalik hal tersebut atau yang berada di luar jangkauan observasi indera, hanyalah hasil spekulasi pikiran manusia yang tidak memiliki realitas ontologis di luar kesadaran manusia.
Pandangan Aristoteles bertentangan dengan paham positivisme, karena Aristoteles percaya pada akal budi dan indera, jadi dia mempercayai dengan adanya hal yang metafisik. Aristoteles juga percaya adanya Tuhan buktinya Tuhan sebagai penyebab gerak. Pandangan Aristoteles ini sebagai dasar pemikiran filsafat islam.
Bagi filosof islam, seperti Al-Kindi, menurutnya hal yang metafisik ini meliputi hakikat Tuhan, wujud Tuhan, dan sifat-sifat Tuhan. Bukti adanya Tuhan, menurut Al-Kindi (1) barunya alam, (2) keaneragaman dalam wujud, (3) kerapian alam. Pendapat auguste Comte sudah ditentang oleh filosof islam, dengan menampilkan pandangannya. Dan para filosof islam mempercayai dengan adanya hal yang tidak tampak itu. Mereka juga memberikan pengertian yang mudah dipahami mengenai hal yang tidak tampak, sehingga pandangan positivisme sudah berkurang. Terutama dengan munculnya agama, karena setiap agama pasti mempercayai hal yang tidak tampak. Positivisme pada saat ini sudah tidak cocok lagi, karena saat ini semua masyarakat sudah memiliki agama, sehingga mereka mempercayai dengan hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Sekalipun orang yang tidak beragama, sebenarnya mereka juga mempercayai adanya hal yang tidak tampak itu, karena mereka sudah terbelenggu oleh pemikiran dirinya sendiri.

Sumber: 
Abdul Hakim, Atang, Ahmad Saebani, Beni, Filasafat Umum, Pustaka Setia, Bandung, 2008.
Q-Anees, Bambang, Juli A Hambali Raden, Filsafat Untuk Umum, Prenada Media, Jakarta 2003.
read more “FILSAFAT”