Tuesday, June 9, 2009

KONSEP MANUSIA MENURUT MARX

MANUSIA

Manusia adalah suatu makhluk yang bertanya. Bahkan, ia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaanya, dan dunia seluruhnya. Binatang tidak mampu berbuat demikian dan itulah salah satu alasan mengapa manusia menjulang tinggi diatas binatang.

Manusia yang bertanya, tahu tentang keberadaannya dan ia menyadari juga dirinya sebagai penanya. Jadi, ia mencari dan dalam pencariannya ia mengandaikan bahwa ada sesuatu yang bisa ditemukan, yaitu kemungkinan-kemungkinannya.


1. Kesalahpahaman terhadap Konsep-konsep Marx

Banyaknya para ilmuan social dan filosof yang disegani, menyalahpahami dan mendistornasikan teori Karl Marx, bahwa diantara kesalahpahaman terhadap konsep Marx yaitu Marx dianggap percaya bahwa motif psikologis manusia yang tertinggi adalah keinginannya untuk memperoleh dan bersenang-senang dengan uang dan bahwa upaya untuk memperoleh keuntungan maksimal merupakan pendorong utama dalam kehidupan pribadinya dan dalam kehidupan manusia umumnya.

Disisi lain juga kritik Marx terhadap aqidah agama dianggap identik dengan penolakan atau penafkahan terhadap semua nilai-nilai spiritual. Berjuta-juta orang yang berpandangan minor terhadap Marx, sebenarnya mereka adalah yang menyerah terhadap berokrasi negara yang sangat kuat, penduduk yang terkekang kebebasannya, sehingga menjadi berjuta-juta robot dan manusia otomat yang seragam, yang dikendalikan oleh segelintir elit pemimpin yang secara ekonomi mereka lebih baik.

Secara jelas sebagai bantahan dari anggapan minor terhadap teori Marx, mengungkapkan bahwa teori Marx tidak mengasumsikan bahwa teori Marx tidak mengasumsikan bahwa motif utama manusia adalah mencari materi tetapi lebih penting dan jauh dari sekedar itu adalah untuk membebaskan manusia dari tekanan kebutuhan ekonomi. Supaya manusia dapat sepenuhnya menjadi manusia dari dirinya sendiri. Emansipasi manusia sebagai seorang individu yang utuh menyeluruh, mengentaskan alienasi, restorasi kemampuan manusia untuk menghubungkan dirinya secara utuh dengan sesama manusia dan alam sekitarnya yang penuh perbedaan dan interaksi secara murni dan bertanggung jawab.

2. Materialisme Histori Marx

Marx menentang materialisme mekanis dan borjuis, yakni materialisme abstrak dalam sains alam yang mengabaikan sejarah dan prosesnya. Dan Marx tidak pernah menggunakan istilah materialisme histori atau materialisme dialektis. Dia memakai istilahnya sendiri, yakni metode dialektika. Dia mengacu pada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia.

Seiring dengan perjalanan waktu, kini menjadi jelas mengapa ide yang popular mengenai sifat materialisme historis itu keliru. Pandangan populer ini mengasumsikan bahwa dalam pandangan Marx, motif psikologis manusia yang paling kuat adalah meraih uang dan mendapatkan kesenangan material yang lebih banyak. Jika motif ini merupakan kekuatan utama dalam diri manusia, maka begitulah materialisme histories ditafsirkan. Kunci untuk memahami sejarah adalah nafsu manusia terhadap materi. Makanya kunci untuk menjelaskan sejarah adalah perut manusia dan kerakusannya terhadap kepuasan materi.

Marx mempelajari manusia dan sejarah berangkat dari manusia nyata dan kondisi-kondisi ekonomi dan sosial tempat dia hidup, dan bukan berangkat dari ide-idenya. Marx jauh dari materialisme borjuis sebagaimana dia jauh dari idealisme Hegel. Maka, filsafat Marx adalah bukan idealisme maupun materialisme tetapi sintesis antara humanisme dan naturalisme.

Sangatlah penting untuk memahami ide mendasar Marx: manusia membuat sejarahnya sendiri, manusia adalah pencipta itu sendiri. Sebagaimana ditulis Marx dalam Capital, “Dan sejarah tidak akan mudah dibentuk karena kata Vico, dalam hal ini sejarah manusia berbeda dari sejarah alam; kita telah membuat sejarah manusia, bukan sejarah alam.” Manusia lahir untuk diri sendiri dalam proses sejarah. Factor yang esensial dalam proses penciptaan diri ras manusia ini adalah hubungan manusia dengan alam. Dalam proses evolusi, manusia mentransformasikan hubungannya dengan alam, dan kemudian mentransformasikan dirinya sendiri.

Marx lebih lanjut dalam capital membicarakan tentang ketergantungan manusia dengan alam, organisme-organisme produksi social kuno. Dibanding masyarakat borjuis, maka sangat sederhana dan transparan. Tetapi organisme-organisme tersebut ditemukan juga dalam perkembangan individual manusia yang belum dewasa, sehingga menyatukannya dengan sesama manusia dalam komunitas suku primitif sekalipun.

3. Masalah Kesadaran, Struktur Sosial dan Pemanfaatan Kekuatan

Kesadaran manusia yang menentukan keadaannya, tetapi sebaliknya keadaan sosialnyalah yang menentukan kesadarannya. Tetapi didalam pernyataan yang lain, bahwa Marx, seperti Spinoza dan kemudian Freud percaya bahwa sebagian besar dari apa yang dipikirkan manusia secara sadar adalah kesadaran “palsu”, yaitu ideologi dan rasionalisasi. Bahwa dorongan utama perilaku manusia yang sebenarnya tidaklah disadari. Menurut Freud, dorongan tersebut berakar pada dorongan libidinal manusia. Sedangkan menurut Marx, dorongan itu berakar pada keseluruhan organisasi manusia yang mengarahkan kesadarannya menuju titik tertentu dan menghalanginya dari kesadaran akan fakta dan pengalaman tertentu.

Juga perlu dicatat bahwa bagi Marx sains dan semua kekuasaan itu sendiri yang inheren didalam manusia adalah bagian dari kekuatan-kekuatan produksi yang berinteraksi dengan kekuatan alam. Bahkan, sejauh berkenaan dengan pengaruh ide-ide ini pada evolusi manusia.

Marx melihat bahwa kekuatan politik tidak dapat menghasilkan sesuatu jika tidak ada persiapan yang harus melalui proses sosial dan politik. “Kekuatan,” kata Marx, “adalah seorang bidan yang membantu setiap masyarakat yang hamil tua untuk melahirkan masyarakat baru.”

4. Watak Manusia

Marx tidak mempercayai pandangan yang mengatakan bahwa watak manusia itu tidak ada; bahwa manusia dilahirkan seperti sebuah kertas kosong dimana kebudayaan menuliskan teks diatasnya. Berkebalikan dengan relativisme sosiologis, Marx melontarkan ide bahwa manusia qua manusia adalah entitas yang dapat dikenali dan diketahui; bahwa manusia dapat didefiisikan sebagai manusia, bukan hanya secara biologis, anatomis dan fisik tetapi juga psikologis.

Ketika beradu argumantasi dengan Bentham, Marx mengatakan, “untuk mangetahui apa yang bermanfaat bagi anjing, kita harus mempelajari watak anjing, tetapi watak anjing itu sendiri tidak disimpulkan dari azas manfaat. Sama juga dengan manusia, orang yang akan mengkritisi semua perilaku, gerakan, hubungan manusia dan seterusnya dengan azas manfaat. Pertama-tama harus mempelajari watak manusia secara umum dan kemudian mempelajari watak manusia yang telah dimodifikasi oleh setiap kurun sejarah.” Konsep tentang watak manusia ini, bagi Marx juga bagi Hegel, bukan sebuah abstraksi. Tetapi esensi manusia, sebagaimana Marx katakan, “esensi manusia bukanlah abstraksi yang inheren dalam setiap individu yang terpisah.”

Perbedaan antara watak manusia umum dan ungkapan khusus tentang watak manusia disetiap kebudayaan, Marx membedakan 2 jenis dorongan dan hasrat manusia. Pertama, dorongan yang konstan atau tetap seperti lapar dan nafsu seksual, yang merupakan bagian integral dalam watak manusia dan yang dapat diubah hanya dalam hal bentuk dan arahnya diberbagai kebudayaan. Kedua, dorongan yang relatif, yang bukan merupakan bagian integral dalam watak manusia tetapi “yang berasal dari struktur sosial dan kondisi-kondisi produksi dan komunikasi tertentu”. Marx memberikan contoh kebutuhan yang ditimbulkan oleh struktur masyarakat yang capital yaitu kebutuhan terhadap uang. ”Oleh karenanya adalah kebutuhan nyata yang diciptakan oleh ekonomi modern dan hanyalah kebutuhan yang diciptakan…Ini ditunjukkan secara subjektif dan parsial oleh fakta bahwa ekspansi produksi dan ekspansi kebutuhan menjadi sebuah ketundukan yang pintar dan selalu menghitung nafsu yang tidak manusiawi, bejat, tidak alamiah dan imajiner”.

Bagi Spinoza, Goethe, Hegel, serta Marx manusia akan hidup hanya jika ia produktif, menguasai dunia di luar dirinya dengan tindakan untuk mengekspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus dan menguasai dunia dengan kekuasaannya ini. Manusia yang tidak produktif adalah manusia yang reseptif dan pasif, dia tidak ada dan mati. Dalam proses produksi ini, manusia mewujudkan esensinya sendiri, dia kembali kepada esensinya, dalam bahasa teologis dia kembali kepada tuhan.

Dan inilah sesungguhnya hidup yang menciptakan hidup dan kehidupan. Dalamkehidupan seperti ini, aktifitas menempati watak spesiesnya dan aktifitas yang sangat besar adalah watak manusia.

Konsep Marx tentang perwujudan diri manusia dapat sepenuhnya dipahami hanya dalam kaitannya dengan konsepnya tentang kerja. Kerja, erat kaitannya dengan buruh. Menurut Marx buruh yaitu, sebuah aktivitas, bukan sebuah komoditas. Marx sendiri menyebut fungsi manusia sebagai “aktivitas diri,” bukan buruh. Dia juga menganggap penghapusan buruh adalah sebagai tujuan dari sosialisme. Marx menggunakan istilah “emansipasi buruh” dalam membedakan antara buruh yang bebas dan buruh yang teralienasi.

5. Alienasi

Konsep Marx tentang sosialisme adalah pembebasan dari alienasi, mengembalikan manusia menjadi dirinya sendiri atau perwujudan diri. Marx mengatakan bahwa manusia bisa berubah menjadi barang ciptaannya sendiri sebagai hiasan hidupnya. Ketika menganggap dirinya sebagai manusia yang mencipta, justru hanya berhubungan dengan dirinya ketika dia menjadi musyrik. Marx mengungkapkan, kematian dan kekosongan berhala diungkapkan dalam Kitab Perjanjian Lama. “Mata yang mereka miliki tidak melihat, telinga yang mereka miliki tidak mendengar,” dan seterusnya. Semakin manusia memindahkan kekuasaannya pada berhala, semakin dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan semakin ia tergantung pada berhala, semakin sedikit bagian dari dirinya yang asli yang dapat diperolehnya. Berhala dapat berupa patung, negara, gereja, orang atau kepemilikan.

Manusia yang telah tunduk pada kebutuhan-kebutuhannya yang teralienasi adalah “makhluk yang secara mental dan fisik terdehumanisasi…komoditas yang sadar diri dan bertindak sendiri.” Marx berpendapat, “Semakin Anda kurang mengada, semakin Anda kurang mengekspresikan hidup Anda, semakin Anda banyak memiliki, semakin besar alienasi yang Anda alami dan semakin banyak tabungan Anda sebagai makhluk yang teralienasi.”

6. Konsep Sosialisme Marx

Menurut Marx, sosialisme bukanlah sebuah masyarakat dimana individu tersubordinasikan oleh negara, mesin dan birokrasi. Sekalipun negara sebagai pemilik modal yang abstrak adalah majikan, sekalipun seluruh modal sosial dikuasai oleh satu pemilik modal atau satu perusahaan kapitalis, yang demikian ini bukanlah sosialisme. Sosialisme bagi Marx, sebagaimana kata Paul Tillich, “sebuah gerakan resistensi yang menentang penghancuran cinta yang terdapat dalam realitas sosial.”

Marx menentang keras agama karena agama teralienasi dan tidak memenuhi kebutuhan manusia yang sebenarnya. Sehingga Marx menuliskan mottonya, Not those are godless who have contempt for the gods of the masses but those who attribute the opinions of the masses to the gods (bukan orang tidak bertuhan yang jijik dengan tuhan masyarakat tetapi orang yang menjadikan pandangan masyarakat sebagai tuhan).

Sosialisme adalah resolusi definitif atas antagonisme antara manusia dan alam, dan antara sesame manusia. Sosialisme menjadi solusi atas konflik antara eksistensi dan esensi, antara objektifikasi dan penegasan diri, antara kebebasan dan keterikatan, antara individu dan spesies.




0 comments:

Post a Comment