Sunday, June 28, 2009

HUKUM SYAR'I BISNIS MULTI LEVEL MARKETING [MLM]

Oleh :Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali


Banyak pertanyaan seputar bisnis yang banyak diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarannya adalah mengikuti program piramida dalam system pemasaran, dengan setiap anggota harus mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap anggota membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan semakin banyak bonus yang dijanjikan.
Sebenarnya kebanyakan anggota Multi Level Marketing [MLM] ikut bergabung dengan perusahaan tersebut adalah karena adanya iming-iming bonus tersebut dengan harapan agar cepat kaya dengan waktu yang sesingkat mungkin dan bukan karena dia membutuhkan produknya. Bisnis model ini adalah perjudian murni, karena beberapa sebab berikut ini, yaitu :
[1]. Sebenarnya anggota Multi Level Marketing [MLM] ini tidak menginginkan produknya, akan tetapi tujuan utama mereka adalah penghasilan dan kekayaan yang banyak lagi cepat yan akan diperoleh setiap anggota hanya dengan membayar sedikit uang.
[2]. Harga produk yang dibeli sebenarnya tidak sampai 30% dari uang yang dibayarkan pada perusahaan Multi Level Marketing [MLM].
[3]. Bahwa produk ini biasa dipindahkan oleh semua orang dengan biaya yang sangat ringan, dengan cara mengakses dari situs perusahaan Multi Level Marketing [MLM] ini di jaringan internet.
[4]. Bahwa perusahaan meminta para anggotanya untuk memperbaharui keanggotaannya setiap tahun dengan diiming-imingi berbagai program baru yang akan diberikan kepada mereka.

[5]. Tujuan perusahaan adalah membangun jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Up Line) sedangkan level bawah (Down Line) selalu memberikan nilai point pada yang berada di level atas mereka.
Berdasarkan ini semua, maka system bisnis semacam ini tidak diragukan lagi keharamannya, karena beberapa sebab yaitu :
[1]. Ini adalah penipuan dan manipulasi terhadap anggota
[2]. Produk Multi Level Marketing [MLM] ini bukanlah tujuan yang sebenarnya. Produk itu hanya bertujuan untuk mendapatkan izin dalam undang-undang dan hukum syar'i.
[3]. Banyak dari kalangan pakar ekonomi dunia sampai pun orang-orang non muslim meyakini bahwa jaringan piramida ini adalah sebuah permainan dan penipuan, oleh karena itu mereka melarangnya karena bisa membahayakan perekonomian nasional baik bagi kalangan individu maupun bagi masyarakat umum
Berdasarkan ini semua, tatkala kita mengetahui bahwa hukum syar'i didasarkan pada maksud dan hakekatnya serta bukan sekedar polesan lainnya. Maka perubahan nama sesuatu yang haram akan semakin menambah bahayanya karena hal ini berarti terjadi penipuan pada Allah dan RasulNya [1], oleh karena itu system bisnis semacam ini adalah haram dalam pandangan syar'i.
Kalau ada yang bertanya : Bahwasanya bisnis ini bermanfaat bagi sebagian orang. Jawabnya ; Adanya manfaat pada sebagian orang tidak bisa menghilangkan keharamannya, sebagaimana di firmankan oleh Allah Ta'ala.
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah : Pada hakekatnya itu terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya [Al-Baqarah : 219]
Tatkala bahaya dari khamr dan perjudian itu lebih banyak daripada menfaatnya, maka keduanya dengan sangat tegas diharamkan.
Kesimpulannya : 
Bisnis Multi Level Marketing [MLM] ini adalah alat untuk memancing orang-orang yang sedang mimpi di siang bolong menjadi jutawan. Bisnis ini adalah memakan harta manusia dengan cara yang bathil, juga merupakan bentuk spekulasi. Dan spekulasi adalah bentuk perjudian.

Diterjemahkan dari situs www.alhelaly.com




read more “HUKUM SYAR'I BISNIS MULTI LEVEL MARKETING [MLM]”

PRASANGKA SOSIAL


1. Prasangka social 
Prasangka social merupakan prasangka orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan rasa tau kebudayaan berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu.

2. Penjelasan prasangka social 
Adanya prasangka social itu dapat ditunjukkan pada bermacam-macam pada masyarakat merdeka di dunia

3. Stereotip 
Adanya prasangka social itu bergandengan pula dengan adanya yang disebut “ steroetip “ yang merupakan gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang golongan lain yang bercorak negative.

4. Metode penilaian 
Metode ini berbagai macam konstruksinya seperti metode likers, Thourstone, dan Guttman yang kami tidak bicarakan di seni tetapi dipelajari seperti psikologi social.

5. Terjadinya prasangka social
Terjadinya prasangka social seperti ini dapat juga disebut pertumbuhan prasangka social dengan tidak sadar dan yang berdasarkan kekurangan pengetahuan dan pengertian-pengertian akan fakta kehidupan yang sebenarnya dari golongan-golongan orang yang dikenakan streotip.
 





read more “PRASANGKA SOSIAL”

KHULU’ DAN FASAKH DALAM HUKUM ISALM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini sering terlihat di televisi, seorang isteri mengajukan gugat cerai terhadap suaminya. Berita tersebut semakin hangat, karena si penggugat yang sering diekspos di media televisi adalah figure atau artis-artis terkenal. Gugat cerai tersebut ada yang berhasil, yaitu jatuhnya talak, atau karena keahlian hakim dan pengacara, gugat cerai urung dilanjutkan, sehingga rumah tangga mereka terselamatkan.
Padahal mereka mengikatkan diri dalam lembaga perkawinan adalah dalam rangka melaksanakan perintah Allah s.w.t. sebagaimana banyak dikutip dalam setiap undangan walimahan (resepsi pernikahan), yaitu termaktub dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi: “Dan di antara tanda-tandaNya bahwa Dia menciptakan jodoh untuknya dari dirimu (bangsamu) supaya kamu bersenang-senang kepadanya, dan Dia mengadakan sesama kamu kasih saying dan rahmat. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir”. Berdasarkan ayat ini pula, maka tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah wa-rahmah.
Bisa jadi, karena mereka sudah tidak dapat mempertahankan keluarga yang sakinah, mawaddah wa-rahmah, maka salah satu pihak menggunakan haknya, baik suami atau isteri untuk mengajukan gugatan cerai, padahal dalam Islam, cerai memang dihalalkan Allah, namun sangat dibenci olehNya (“Sesungguhnya perbuatan yang boleh, tetapi sangat dibenci Allah adalah talak”, hadits riwayat Abu Daud dan Ibn Majah).

B. Rumusan Masalah
 Dalam makalah ini agar pembahasan lebih terfokus ada beberapa rumusan masalah di antaranya:
1. Apa penrertian khulu dan fasakh?
2. apa akibat hokum khuli’ dan fasakh?


BAB II
PEMBAHASAN

1. KHULU’
A. Pengertian Khulu’
Al-Khulu, dalam bahasa Indonesia disebut Gugatan cerai. Kata Al-Khulu dengan didhommahkan hurup kha’nya dan disukunkan huruf Lam-nya, berasal dari kata ‘khul’u ats-tsauwbi. Maknanya melepas pakaian. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta kepada suaminya untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan Allah sebagai pakaian. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”[Al-Baqarah : 187]
Sedangkan menurut pengertian syari’at, para ulama mengatakan dalam banyak defenisi, yang semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya Al-Khulu ialah terjadinya perpisahan (perceraian) antara sepasang suami-isteri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya . Adapaun Syaikh Al-Bassam berpendapat, Al-Khulu ialah perceraian suami-isteri dengan pembayaran yang diambil suami dari isterinya, atau selainnya dengan lafazh yang khusus”  

B. Hukum AL-Khulu’
Al-Khulu disyariatkan dalam syari’at Islam berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim’ [Al-Baqarah : 229]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.

“Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata ; “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?”. Ia menjawab, “Ya”, maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya, dan Tsabit pun menceraikannya” [HR Al-Bukhari]
Demikian juga kaum muslimin telah berijma’ pada masalah tersebut, sebagaimana dinukilkan Ibnu Qudamah [3], Ibnu Taimiyyah [4], Al-Hafizh Ibnu Hajar [5], Asy-Syaukani [6], dan Syaikh Abdullah Al-Basam [7], Muhammad bin Ali Asy-Syaukani menyatakan, para ulama berijma tentang syari’at Al-Khulu,

C. Ketentuan Hukum Al-Khulu
Menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah Al-Khulu terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut.
[1]. Mubah (Diperbolehkan).
Ketentuannya, sang wanta sudah benci tinggal bersama suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” [Al-Baqarah : 229]
Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah Al-Khulu ini dengan pernyataannya, bahwasanya Al-Khulu, ialah seorang suami menceraikan isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau Talak Tiga) [10]
Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-Khulu (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak memilih perceraian. [11]
[2]. Diharamkan Khulu’, Hal Ini Karena Dua Keadaan.
a). Dari Sisi Suami.
Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka Al-Khulu itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika Al-Khulu tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” [An-Nisa : 19] [12]
Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan Al-Khulu, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas” [13]
b). Dari Sisi Isteri
Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’i yang membenarkan adanya Al-Khulu, maka ini dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 2035] [14]
[3]. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai (Al-Khulu).
Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan Al-Khulu. Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal. [15]
[4]. Wajib
Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur . 

D. Cara Menjatuhkan Khulu
Secara umum khulu dapat dilakukan denghan tiga cara: pertama menggunakan kata khulu’, kedua menggunakan kata cerai (thalak), dan ketiga dengan kiasan yang di sertaio dengan niat.
Dalam qaul qodim imam syafi’I berpendapat bahwa khulu yang dilakukan denghan menggunakan kata-kata kiasan mengakibatkan fasakh perkawinan. Yaitu perkawinan itu batal dengan sendirinya. Dan akad pernikahan tidak berlaku. Sedangkan dalam qaul jadid beliau berpendapat bahwa khulu yang dilakukan dengan menggunakan kata kiasan tidak mengakibatkan fasakh perkawinan karena kata-kata kinayah dalam talak tidak memerlukan niat begitu pula khulu.  

E. Hikmah Khulu’
Mengenai hikmah khulu al Jurjawi menuturkan:
Khulu sendiri sebenarnya di benci oleh syariat yang mulia seperti halnya talak. Semua akal sehat dan perasaan sehat menolak khulu’ hanya saja Allah Yang Maha Bijaksana memperbolehkannya untuk menolak bahaya ketika tidak mampu menegakan hokum-hukum Allah.
Hikmah yang terkandung di dalamnya adalah manolak bahaya yaitu apabila perpecahan antara suami istri telah memuncak dan dikhawatirkan keduanya tidak dapat menjaga syari’at-syariat dalam kehidupan suami istri, maka khulu dengan cara yang telah di tetapkan oleh Allah merupakan penolakan terjadinya permusuhan dan untuk menegakan hokum-hukum Allah.  

2. FASAKH
A. Pengertian
 Fasakh adalah surak atau putusnya perkawinan melaluoi pengadilan yang hakikatnya hak suami-istri di sebabkan sesuati yang diketahui setelah akad berlangsung. Misalnnya suatu penyakit yang muncul setelsah akad yang menyebabkan pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan .
 Selain fasakh ada juga istilah yang hampir sama dengan fasakh yaitu fasid. Maksud dari fasid adalah merupakan siuatu putusanb pengadilan yang diwajibkan melalui persidangan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan tersebut mempunyai cacat hokum, hal itu disebabkan misalnya tidak terpenuhinya persyaratan atau rukun nukah atau disebabkan di langgarnya ketentuan yang mengharamkan perkawinan tersebut.

B. Akibat Hukum
 Perceraian yang diakibatkan fasakh tidak mengurangi bilangan talak sebab fasakh bukan bagian dari talak. Jadi kalau yang telah bercerai itu kemudian kembnali melalui pernikahan yang baru setelah menyadari dan rela dengan keadaan seperti apa adanya, talak yang dia kiliki masih utuh.
Jiaka pemisahan itu terjadi sebelum terjadi hubugan suami istri, maka tidak ada mahar bagi istri. Apakah pemisalah itu dari puhak suami atau pihak istri, sebab jika fasakh itu dari pihak istri maka haknya gugur dan jika pemisahan itu datang dari pihak suami dan hal itu di sebabkan cacat yang di sembunyikan oleh istri terhadap suaminya maka ia tidak berhak mendapatkan mahar. Namun jika pemisahan dilakukan sesudah terjadi hubungan suami istri maka ia berhak mendapatkan mahar dan pemisahan dilakukan oleh hakim (pengadilan)
Dan seorang suami tidak boleh dengan sengaja berlaku buruk di dalam mempergauli istrinya dengan maksud agara istri menyerahkan harta(mahar) nya.kepada suami sebagai ganti rugi atas permintaannya (ayat surat an-Nisa 19)

C. Yang Menyebabkan Faskh
 Para ulama telah sepakat bahwa apabila salah satu pihak dari suami istri mengetahui ada ‘aib pada pihak lain sebelum ‘aqad nikah itu diketahuinya sesudah ‘aqad tetapi ia sudah rela secara tegas ata8u ada tanda yang menunjukan kerelaanny maka ia tidak mempunyai hak lagi untuk meminya fasakh dengan alas an ‘aib itu bagaimanapun.
 Ada 8 (delapan) aib atau cacat yang membolehkan khiyar di antaranya:
Tiga berada dalam keduanya (suami-istri) yaitu: gila, penyekit kusta dan supak.
Dua terdapat dalam laki-laki yaitu: ‘unah (lemah tenaga persetubuhannya), impoten
Tiga lagi berasal dari perempuan yaitu: tumbuh tulang dalam lubang kemaluan yang menghalangi persetubuhan, tumbuh kemaluan dan tumbuh dagingdalam kemaluan, atau terlaluy basah yang menyebabkan hilangnya kenikmatan persetubuhamn
Ketika suami pergi tidak tahu kemana istri tidak boleh di fasakhkan sebelum benar-benar diketahui kemana suaminya itu pergi. Akan tetapi menurut maliki di tangguhkan sampai 4 tahun sesudah itu difasakhkan oleh hakim atas tuntutan istri
Sebagian ulama berpendapat hakim boleh memasakhkan sesudah di beri masa tenggang yang dipandang perlu oleh hakim. Paling baikdi tunggu 4 tahun mengingat perhubungan di masa itu sukar dan sulit
 

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat di ambil beberapa kesimpulan dantaranya:
Khulu’ maupun fasakh adalah dua bentuk talak yang dikategorikan atas inisiatif isteri, dan tak ada perbedaan yang jelas. Ini sebagai bukti bahwa Islam tetap mengakomodasi hak-hak wanita (isteri), walaupun hak dasar talak ada pada suami, namun dalam keadaan tertentu, isteri juga mempunyai hak yang sama, yaitu dapat melakukan gugatan cerai terhadap suaminya melalui khulu’ maupun fasakh.
Hokum khuliu tergantung situasi yang ada pada saat itu.
Begitu juga dalam fasakh.


DAFTAR PUSTAKA

Sa’id Abdul Aziz Al-Jandul, Wanita Diantara Fitrah, Hak Dan Kewajiban, Pustaka Dariul Haq, Jakarta: 2003
Rahmat Hakim Hokum Perkawinan Isalm, Pustaka Setia, Bandung: 2000
Abdurrahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Kencana, Jakarta: 2006
Jaih Mubarok, Modifikasi Hokum Islam, Rajawali Pers, Jakarta:2002
Sayyid sabiq Shahih Fiqhis Sunnah
Taudhihul Ahkam, juz 5
Hasby Ash-Sidiqi, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Bulan Bintang, Jakarta: 1991









read more “KHULU’ DAN FASAKH DALAM HUKUM ISALM”

Tuesday, June 9, 2009

PERSELINGKUHAN DALAM ISLAM

A. Pengertian perselingkuhan

Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh tiga unsur:

(1) saling ketertarikan

(2) saling ketergantungan

(3) saling memenuhi secara emosional dan seksual.

Perselingkuhan tidak selalu berarti hubungan yang melibatkan kontak seksual. Sekalipun tidak ada kontak seksual, tetapi kalau sudah ada saling ketertarikan, saling ketergantungan, dan saling memenuhi di luar pernikahan, hubungan semacam itu sudah bisa kita kategorikan sebagai perselingkuhan.

Ada beberapa tahapan perselingkuhan, yaitu :

  1. Tahapan ketertarikan, yang terdiri dari ketertarikan secara fisik atau pun emosional. Karena tertarik pada seseorang, mulailah kita bercakap-cakap dan menjalin hubungan dengannya.
  1. Setelah itu, kita mulai merasa tergantung dengannya. Kita merasa membutuhkan dia. Saat dia tidak hadir, kita merasa tidak nyaman, sehingga kita mulai menanti-nantikan dia.

Setelah rasa ketergantungan, mulailah proses saling memenuhi. Kita dengan dia merasa saling memenuhi kebutuhan emosional masing-masing. Misalnya, yang satu punya problem dengan keluarganya, lalu diceritakan kepada rekan yang dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya, dan terus berlanjut. Biasanya, kalau ada unsur-unsur ini, hanya tinggal masalah waktu untuk terjadinya hubungan seksual antara kedua orang tersebut[1].

B. Factor yang menyebabkan perselingkuhan

1. Masalah internal.

Emotional divorce (keterpecahan emosi), yang banyak dialami oleh suami-istri, baik yang baru maupun yang sudah lama menikah, membuat hubungan cinta kasih akhirnya padam dan menjadi dingin. Meskipun secara fisik pasangan suami-istri masih tinggal serumah, secara emosional terdapat jarak yang membentang. Dengan pudarnya cinta dan kasih sayang, semakin longgarlah ikatan dan komunikasi di antara pasangan yang bisa mendorong salah satu atau keduanya mencari seseorang yang dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan emosional maupun kebutuhan fisik, termasuk seks. Apalagi jika kemudian masing-masing pasangan tidak memiliki pemahaman tentang bagaimana seharusnya menjalani kehidupan berumah tangga dan mengatasi persoalan yang muncul menurut ajaran Islam.

2. Masalah eksternal.

Dalam pandangan kapitalis hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan untuk melestarikan keturunan manusia. Oleh karena itu, mereka sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual di hadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan dorongan seksual untuk dipenuhi. Mereka menganggap bahwa gejolak naluri yang tidak dipenuhi mengakibatkan kerusakan pada diri manusia, baik terhadap fisik, psikis, maupun akalnya. Dari sini, kita bisa memahami, mengapa banyak komunitas masyarakat selalu menciptakan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual (fantasi-fantasi seksual), baik dalam cerita-cerita, lagu-lagu, maupun berbagai karya mereka lainnya. Belum lagi kebiasaan gaya hidup campur-baur antara pria dan wanita yang tidak semestinya di dalam maupun di luar rumah. Semua ini muncul karena mereka menganggap tindakan-tindakan semacam itu merupakan hal yang lazim dan penting sebagai bagian dari sistem dan gaya hidup mereka[2].

C. Kiat Menghindari Perselingkuhan Secara Islam

1. Menjalankan kehidupan rumah tangga secara islami.

Sebagai sebuah ibadah, pernikahan memiliki sejumlah tujuan mulia. Memahami tujuan itu sangatlah penting guna menghindarkan pernikahan bergerak tak tentu arah yang akan membuatnya sia-sia tak bermakna. Tujuan-tujuan itu adalah untuk mewujudkan mawaddah dan rahmah, yakni terjalinnya cinta-kasih dan tergapainya ketenteraman hati (sakinah) (QS ar-Rum: 21); melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa; mempererat tali silaturahmi; sebagai sarana dakwah; dan menggapai mardhatillah. Jika tujuan pernikahan yang sebenarnya dipahami dengan benar, insya Allah akan lebih mudah bagi suami-istri meraih keluarga sakinah dan terhindar dari konflik-konflik yang berkepanjangan. Sebab, kesepahaman tentang tujuan pernikahan sesungguhnya akan menjadi perekat kokoh sebuah pernikahan.

Islam memandang pernikahan sebagai “perjanjian yang berat (mîtsâq[an] ghalîdza)” (QS an-Nisa’ [4]: 21) yang menuntut setiap orang yang terikat di dalamnya untuk memenuhi hak dan kewajibannya.

Islam mengatur dengan sangat jelas hak dan kewajiban suami-istri, orangtua dan anak-anak, serta hubungan dengan keluarga yang lain. Islam memandang setiap anggota keluarga sebagai pemimpin dalam kedudukannya masing-masing. Dengan kata lain, pernikahan haruslah dipandang sebagai bagian dari amal shalih untuk menciptakan pahala sebanyak-banyaknya dalam kedudukan masing-masing melalui pelaksanaan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Ketimpangan atau terabaikannya hak dan kewajiban, misalnya soal nafkah, pendidikan atau perlindungan, tentu akan dengan sangat mudah menyulut perselisihan dalam keluarga yang bisa berpeluang untuk terjadi perselingkuhan.

2. Atasi berbagai persoalan suami-istri dengan cara yang benar (islami) dan tidak melibatkan orang (lelaki atau perempuan) lain.

Dalam kehidupan rumah tangga, tidak selalu mudah menyatukan dua pribadi yang berbeda dan dengan latar belakang yang berbeda. Konflik menjadi suatu hal yang mudah terjadi dalam kehidupan rumah tangga.

Kesabaran merupakan langkah utama ketika mulai muncul perselisihan. Islam memerintahkan kepada suami-istri agar bergaul dengan cara yang baik, serta mendorong mereka untuk bersabar dengan keadaan masing-masing pasangan; karena boleh jadi di dalamnya terdapat kebaikan-kebaikan. Jika dibutuhkan orang ketiga untuk membantu menyelesaikan persoalan maka jangan sekali-sekali melibatkan lawan jenis yang bukan mahram-nya; seperti teman sekantor, tetangga, kenalan dan sebagainya. Awalnya mungkin hanya sebatas curhat, tetapi tanpa disadari, jika sudah mulai merasa nyaman, persoalan mungkin justru tidak terpecahkan, yang kemudian terjadi adalah munculnya rasa saling ketergantungan dan ketertarikan. Hal ini bisa menjadi awal dari kedekatan di antara mereka dan peluang untuk terjadinya perselingkuhan

3. Menjaga pergaulan dengan lawan jenis di tengah-tengah masyarakat.

Dalam pandangan Islam hubungan antara pria dan wanita merupakan pandangan yang terkait dengan tujuan untuk melestarikan keturunan, bukan semata-mata pandangan yang bersifat seksual. Dalam konteks itulah, Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada sekelompok orang merupakan keadaan yang membahayakan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan pria dan wanita untuk menutup aurat, menahan pandangannya terhadap lawan jenis, melarang pria dan wanita ber-khalwat, melarang wanita bersolek dan berhias di hadapan laki-laki asing (non-mahram). Islam juga telah membatasi kerjasama yang mungkin dilakukan oleh pria dan wanita dalam kehidupan umum serta menentukan bahwa hubungan seksual antara pria dan wanita hanya boleh dilakukan dalam dua keadaan, yaitu: lembaga pernikahan dan pemilikan hamba sahaya.

4. Poligami.

Islam telah menjadikan poligami sebagai sesuatu perbuatan mubah (boleh), bukan sunnah, bukan pula wajib. Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mengatakan dalam An-Nizhâm al-Ijtimâ’i fî al-Islâm:

Harus menjadi kejelasan, bahwa Islam tidak menjadikan poligami sebagai kewajiban atas kaum Muslim, bukan pula suatu perbuatan yang mandub (sunnah) bagi mereka, melainkan sesuatu yang mubah, yang boleh mereka lakukan jika mereka berpandangan demikian.

Dasar kebolehan poligami tersebut karena Allah Swt. telah menjelaskan dengan sangat gamblang tentang hal ini (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 3).

Poligami bisa menjadi solusi di tengah kehidupan pergaulan lawan jenis seperti sekarang ini. Anehnya, poligami justru banyak ditentang, sementara perselingkuhan dibiarkan merajalela. Praktik poligami yang salah di tengah-tengah masyarakat tidak boleh menjadi alasan untuk menolak poligami. Sebab, realitas itu terjadi karena praktik poligami tidak dijalankan sesuai dengan tuntunan Islam. Alasan bahwa wanita menjadi sakit hati dan tertekan karena suaminya menikah lagi juga tidak tepat. Perasaan tersebut hanya akan muncul akibat adanya anggapan bahwa poligami sebagai sesuatu yang buruk. Itu terjadi karena kampanye massif yang dilancarkan kalangan antipoligami. Sebaliknya, jika istri menganggap poligami sebagai sesuatu yang baik, perasaan sakit hati dan tertekan akibat suaminya berpoligami tidak terjadi. Allah Swt. telah memberikan peringatan yang tegas kepada para suami yang berpoligami (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 129). Intinya, Allah Swt. memerintahkan kepada seorang suami untuk menjauhkan diri dari kecenderungan yang berlebihan kepada salah seorang istrinya dengan menelantarkan yang lain. Hal ini juga diperkuat dengan sebuah Hadis Nabi saw., sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra. (HR Ahmad).

5. Memberikan hukuman bagi para pelaku perselingkuhan.

Pada hakikatnya perselingkuhan sama dengan perzinaan. Dalam pandangan Islam seorang yang berselingkuh/berzina mendapatkan hukuman yang sangat berat. Jika belum menikah, pelakunya harus dicambuk 100 kali, dan untuk yang sudah menikah harus dirajam sampai mati. Hukuman yang berat ini akan menjadi pelajaran bagi pelakunya hingga menimbulkan jera sekaligus sebagai penebus dosa atas perbuatan yang dilakukan. Jika hukuman ini diterapkan, seseorang akan berpikir panjang sebelum melakukan perselingkuhan[3].

D. Perselingkuhan Dalam Islam

Sudah dijelaskan diatas bahwasanya dalam hal ini pelselingkuhan sama dengan perzinahan yang sangat jelas hukumnya adalah haram, dalam Islam tidak ada istilah perselingkuhan mungkin istilah ini bisa diqiyaskan dengan qadzaf yang berarti menuduh berbuat zina.

Hukum zina

Allah SWT Berfirman:

“ dan orang –orang yang menuduh para wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkn empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.” (An-nur:4)

Dengan demikian, qadzaf termasuk dosa besar. syariat telah mewajibkan hukuman delapan puluh kali dera bagi orang yang menuduh berzina (qadzif).

Syarat-syarat dalam qadzaf

1. Islam, berakal, dan .baligh

2. Orang yang menuduh berzina (qadzif) itu dikenal ditengah-tengah masyarakat sebagai orang yang suci, taat beribadah dan shahih

3. Adanya tuntutan dari maqdzuf (tertuduh berbuat zina) dijatuhkannya hukuman had bagi qadzif

4. Si qadzif tidak mendatangkan empat saksi, sebagaimana yang difirmankan Allah AWT: ” mereka tidak mendatangkan empat orang saksi”

Yang menjadi dasar penetapan had qadzaf

1. Pengakuan dari qadzif sendiri

2. Kesaksian dua orang laki-laki yang adil.[4]

Diharamkannya qadzaf

Allah SWT telah mengharamkan qadzaf ditengah-tengah kaum muslimin, dimana dia berfirman:

“ dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera. Dan janganlah kalian menerima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki dirinya, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (An-nur 4-5)

Dari abu hurairah R. A bahwa Nabi SAW bersabda:

اجتنبو االسبع الموبقات قالو ايارسوالله وماهن قال الشرك بالله والسحروقتل النفس التي حرم الله الا بالحق وأكل الرباوأكل مال اليتيم والتولى يوالزحف وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات

“ jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang menghancurkan! Para sahabat bertanya: “ apa sajakah tujuh perkara tersebut, ya Rosululloh? Nabi menjawab: “ tujuh perkara itu adalah: menyekutukan Allah, sihir, membunuh manusia Yng diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan barang riba, memakan harta anak yatim, Lari dari perang, serta menuduh wanita-wanita mukminah yang baik, yang lengah.” (muttafaq alaih)

Gugurnya had qadzaf

Had qadzaf dinyatakan gugur jika si qadzif (penuduh) daapt mendatangkan empat orang saksi. Karena dengan adanya empat orang saksi itu berarti alternative negative yang mengharuskan hukuman had, menjadi lenyap. Dengan demikian, saksi-saksi tersebut akn memperkuat tuduhan perzinahan tiu.

Dan had zina harus diberikan kepada etrtuduh berbuat zina, karena dia benar- benar telah berzina.

Tuduhan istri berbuat zina terhadap suaminya

Jika seorang istri menuduh suaminya berbuat zina, maka dia harus dijatuhi hukuman had, jika syarat-syarat untuk menjatuhkannya telah terpenuhi. Tetapi jika suami yang menuduh istrinya berzina dan dia tidak mendatangkan bukti-bukti konkret, maka dia tidak dapat dijatuhi id hukuman had, hanya saja dia harus bersumpah lian. Jika suami tidak dapat mendatangkan bukti-bukti dan juga tidak mau bersumpah lian, maka diapun harus dijatuhi hukuman had qadzaf[5].


KESIMPULAN

Perselingkuhan bisa menimpa siapa saja, orang Muslim maupun non muslim. menangkal pernik-pernik perselingkuhan tidak semudah yang kita duga, karena godaan cukup besar. pernikahan sangat sacral tidak sepatutnya dinodai dengan perselingkuhan. Kita sebagai umat Islam harus secara tegas menghindari perselingkuhan yang jelas-jelas membawa dampak buruk pada hubungan pernikahan. Pada hakikatnya perselingkuhan sama dengan perzinahan yang secar jelas diharamkan dalam Islam, maka sudah sepatutnya kita tidak terjebak dalam perselingkuhan.



[1] http://www.eramuslim.com/atc/oim/4439db77.htm

[2] Ibid

[3] http://www Masalah Anak dan Keluarg..com/atc/oim/54767db77.htm

[4] Syaikh kamil Muhammad uwaidah, fiqih wanita, hal607

[5] Ibid, hal 700




read more “PERSELINGKUHAN DALAM ISLAM”

Filsafat Manusia.

1. Tinjauan kefilsafatan tentang manusia

Menurut tinjauan kefilsafatan manusia adalah makhluk yang bertanya, dalam hal ini manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan keberadaannya. Dalam hal ini manusia mulai tahu keberadaannya dan menyadari bahwa dirinya adalah penanya.

Apabila ditinjau dari segi dayanya, maka jelaslah manusia memiliki dua macam daya. Disatu pihak manusia memiliki daya untuk mengenal dunia rohani, yang nous, suatu daya intuitip, yang kerena kerjasama dengan akal menjadikan manusia dapat memikirkan serta membicarakan hal-hal yang rohani. Di lain pihak manusia memiliki daya pengamatan (aisthesis), yang karena pengamatan yang langsung yang disertai dengan daya penggambaran atau penggagasan menjadikan manusia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pengamatan.

Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh, yang keduanya dapat berdiri sendiri-sendiri. Jiwa berada dalam tubuh seperti terkurung dalam penjara dan hanya kematian yang dapat melepaskan belenggu tersebut.

Tujuan kefilsafatan manusia diatas menitik beratkan pada dayanya, manusia sebagai idea, yaitu sebagai manusia yang tak bertubuh. Telah ada kekal sejak logos, jiwa dibedakan antara jiwa sebagai kekuatan hidup (psuke) dan jiwa sebagai kekuatan akali (nous, dianoia, psuke logike). Jiwa sebagai kekuatan hidup berada dalam darah dan tidak dapat binasa. Jiwa yang besifat akali ayau nous lebih tinggi tingkatannya karena merupakan jiwa yang bersifat ilahi. Sebelum manusia dilahirkan jiwa ini sudah ada jiwa ini tidak dapat binasa. Ia memasuki tubuh dari luar. Di dalam tubuh jiwa itu dipenjara. Karena itu hidup di dunia ini adalah kejahatan. Kematian merupakan wujud suatu kebebasan, dimana manusia orang dibangkitkan kepada hidup yang sejati dan kepada kebebasan.

Berdasarkan pandangan di atas tujuan hidup manusia ialah menjadi sama dengan ALLAH. Adapun yang menuju kepada ALLAH itu melalui pengetahuan. Supaya orang dapat mendapat pengetahuan diperlukan logos, sebab logos merupakan sumber segala pengetahuan. Agar manusia dapat menerima daya kerja logos ia harus menjauhkan diri dari dunia dan dari segala nafsu.

Kebajikan diungkapkan dalam tiga tingkatan, yaitu :

A) Aphateia (tiada perasaan) di man orang melepaskan diri dari segala hawa nafsu dan dari segala yang bersifat badani

B) Kebijaksanaan, adalah suatu karunia Ilahi, yang diarahkan kepada yang susila atau kesalahan

C) Ekstase, yaitu menenggelamkan diri kedalam yang ilahi.

Pemikiran Philo besar sekali pengaruhnya terhadap pemikiran filsafat berikutnya terutama yang menyangkut masalah manusia. Hal ini dapat dilihat dalam pemikiran Plotinos yang menegaskan bahwa tujuan hidup manusia adalah dipersatukannya kembali manusia dengan “yang Ilahi“. Menurut Plotinos jalan kembali manusia terdiri dari tiga tahap, yaitu melakukan kebajikan umum, berfilsafat dan mistik. Di dalam diri Plotinus pemikiran Yunani sampai kepada ajaran tentang mistik.

Philo maupun Plotinus telah meletakkan dasar-dasar pemikiran tentang manusia secara kefilsafatan yang berdampingan daengan pandangan agama (theology).

2. Manusia Dalam Multi Dimensi

Menurut Fichte manusia secara prinsipil adalah makhluk yang bersifat moral yang di dalamnya mengandung suatu usaha. Di sinilah manusia perlu menerima dunia di luar dirinya. Sikap seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan usaha untuk membatasi dirinya sendiri dari masyarakat luas.

Hakikat pemikiran para filsuf tentang manusia pada umumnya mengacau kepada hakikat manusia itu sendiri. Menurut Kierkegaard, pertama-tama yang penting bagi manusia adalah keadaannya sendiri atau eksistensinya sendiri. Akan tetapi eksistensi manusia bukanlah suatu “ada” melainkan suatu “menjadi”, yang mengandung di dalamnya suatu perpindahan, yaitu perpindahan dari “kemungkinan” ke “kenyataan”. Eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang dipilih dalam kebebasan.

Demikianlah jelas, bahwa bereksistensi berarti : Berani mengambil keputusan yang menentukan hidup. Tiap eksistensi memiliki cirinya sendiri yang khas. Kierkegaard membedakan adanya 3 bentuk eksistensi, yaitu : bentuk esteti, bentuk etis dan bentuk religius.

3. Beberapa Paham Tentang Manusia

Pandangan tentang manusia di dalam pemikiran filsafat berkisar pada empat kelompok besar, yaitu :

a. Materialisme

b. Idealisme

c. Rasionalisme

d. Irrasionalisme

Materialisme telah diawali sejak filsafat Yunani yakni sejak munculnya filsuf alam Yunani, kemudian kaum Stoa dan Epikurisme. Paham ini mulai memuncak pada abad ke-19 di Eropa. Materialisme ekstrim memandang bahwa manusia terdiri dari materi belaka.

Seorang tokoh filsafat alam (Anaximandros) memberikan pandangan tentang manusia. Anaximandros mengatakan tidak mungkin manusia pertama timbul dari air dalam rupa anak bayi. Anaximandros beranggapan bahwa manusia-manusia pertama tubuh di dalam badan seekor ikan, kemudian bilamana manusia-manusia pertama mampu memelihara hidupnya sendiri, mereka dilemparkan di atas daratan. Ia mendasari anggapannya atas observasi (walaupun tidak tepat) pada seekor ikan hiu (gaelus levis) di laut Yunani.

Pandangan Lemettrie (1709-1751) sebagai pelopor materialisme menyebutkan bahwa manusia tidak lain adalah binatang, binatang tak berjiwa, material belaka, jadi manusia pun material belaka. Kesimpulannya : bahan bergerak sendiri, adapun yang disebut orang sebagai pikiran itupun merupakan sifat material, terutama kerja atau tindakan otak. Dalam gerak-geriknya manusia itu sungguh-sungguh seperti mesin. Materialisme ini dalam antropologia disebut materialisme ekstrim, karena aliran ini mengingkari kerohanian dalam bentuk apapun juga, malahan mengingkari adanya pendorong hidup.

Kebalikan dari meterialisme adalah idealisme. Dalam pandangan ini semuanya membedakan manusia dari binatang ; bukanlah manusia itu material belaka. Meskipun diakui juga, bahwa manusia ada samanya juga dengan binatang jadi manusia pun mempunyai kebinatangan tetapi dalam pada itu adalah bedanya yang mengkhususkan dia, yang sama sekali melainkan dia dari binatang. Kelainan ini bukanlah perbedaan tingkatan saja, melainkan mengenai jenisnya istimewa: kemanusiaannya.

Dalam idealisme terdapat beberapa corak, yaitu : idealisme etis, idealisme estetik ; dan idealisme hegel.

Adapun paham rasionalisme dan irrasionalisme bukanlah paham yang saling bertentangan seperti paham materalisme dan idealisme. Pelopor rasionalisme adalah Rene Descartes yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari jasmaninya dengan keluasannya (extensio) serta budidan kesadarannya. Sedangkan yang dimaksud dengan pandangan manusia yang irrasionalistis ialah pandangan-pandangan :

a. Yang mengingkari adanya rasio;

b. Yang kurang menggunakan rasio walaupun tidak mengingkarinya

c. Terutama pandangan yang mencoba mendekati manusia dari lain pihak serta, kalau dapat dari keseluruhan pribadinya.

Teranglah bahwa penggolongan filsafat manusia dalam rasionalisme-irrasionalisme bukanlah penggolongannya yang lain sekali dari penggolongan : idealisme-materialisme : ini hanya pandangan dari sudut lain. Dengan demikian semua aliran materialisme harus dimasukkan kedalam aliran irrasionalisme.




read more “Filsafat Manusia.”

KONSEP MANUSIA MENURUT MARX

MANUSIA

Manusia adalah suatu makhluk yang bertanya. Bahkan, ia mempertanyakan dirinya sendiri, keberadaanya, dan dunia seluruhnya. Binatang tidak mampu berbuat demikian dan itulah salah satu alasan mengapa manusia menjulang tinggi diatas binatang.

Manusia yang bertanya, tahu tentang keberadaannya dan ia menyadari juga dirinya sebagai penanya. Jadi, ia mencari dan dalam pencariannya ia mengandaikan bahwa ada sesuatu yang bisa ditemukan, yaitu kemungkinan-kemungkinannya.


1. Kesalahpahaman terhadap Konsep-konsep Marx

Banyaknya para ilmuan social dan filosof yang disegani, menyalahpahami dan mendistornasikan teori Karl Marx, bahwa diantara kesalahpahaman terhadap konsep Marx yaitu Marx dianggap percaya bahwa motif psikologis manusia yang tertinggi adalah keinginannya untuk memperoleh dan bersenang-senang dengan uang dan bahwa upaya untuk memperoleh keuntungan maksimal merupakan pendorong utama dalam kehidupan pribadinya dan dalam kehidupan manusia umumnya.

Disisi lain juga kritik Marx terhadap aqidah agama dianggap identik dengan penolakan atau penafkahan terhadap semua nilai-nilai spiritual. Berjuta-juta orang yang berpandangan minor terhadap Marx, sebenarnya mereka adalah yang menyerah terhadap berokrasi negara yang sangat kuat, penduduk yang terkekang kebebasannya, sehingga menjadi berjuta-juta robot dan manusia otomat yang seragam, yang dikendalikan oleh segelintir elit pemimpin yang secara ekonomi mereka lebih baik.

Secara jelas sebagai bantahan dari anggapan minor terhadap teori Marx, mengungkapkan bahwa teori Marx tidak mengasumsikan bahwa teori Marx tidak mengasumsikan bahwa motif utama manusia adalah mencari materi tetapi lebih penting dan jauh dari sekedar itu adalah untuk membebaskan manusia dari tekanan kebutuhan ekonomi. Supaya manusia dapat sepenuhnya menjadi manusia dari dirinya sendiri. Emansipasi manusia sebagai seorang individu yang utuh menyeluruh, mengentaskan alienasi, restorasi kemampuan manusia untuk menghubungkan dirinya secara utuh dengan sesama manusia dan alam sekitarnya yang penuh perbedaan dan interaksi secara murni dan bertanggung jawab.

2. Materialisme Histori Marx

Marx menentang materialisme mekanis dan borjuis, yakni materialisme abstrak dalam sains alam yang mengabaikan sejarah dan prosesnya. Dan Marx tidak pernah menggunakan istilah materialisme histori atau materialisme dialektis. Dia memakai istilahnya sendiri, yakni metode dialektika. Dia mengacu pada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia.

Seiring dengan perjalanan waktu, kini menjadi jelas mengapa ide yang popular mengenai sifat materialisme historis itu keliru. Pandangan populer ini mengasumsikan bahwa dalam pandangan Marx, motif psikologis manusia yang paling kuat adalah meraih uang dan mendapatkan kesenangan material yang lebih banyak. Jika motif ini merupakan kekuatan utama dalam diri manusia, maka begitulah materialisme histories ditafsirkan. Kunci untuk memahami sejarah adalah nafsu manusia terhadap materi. Makanya kunci untuk menjelaskan sejarah adalah perut manusia dan kerakusannya terhadap kepuasan materi.

Marx mempelajari manusia dan sejarah berangkat dari manusia nyata dan kondisi-kondisi ekonomi dan sosial tempat dia hidup, dan bukan berangkat dari ide-idenya. Marx jauh dari materialisme borjuis sebagaimana dia jauh dari idealisme Hegel. Maka, filsafat Marx adalah bukan idealisme maupun materialisme tetapi sintesis antara humanisme dan naturalisme.

Sangatlah penting untuk memahami ide mendasar Marx: manusia membuat sejarahnya sendiri, manusia adalah pencipta itu sendiri. Sebagaimana ditulis Marx dalam Capital, “Dan sejarah tidak akan mudah dibentuk karena kata Vico, dalam hal ini sejarah manusia berbeda dari sejarah alam; kita telah membuat sejarah manusia, bukan sejarah alam.” Manusia lahir untuk diri sendiri dalam proses sejarah. Factor yang esensial dalam proses penciptaan diri ras manusia ini adalah hubungan manusia dengan alam. Dalam proses evolusi, manusia mentransformasikan hubungannya dengan alam, dan kemudian mentransformasikan dirinya sendiri.

Marx lebih lanjut dalam capital membicarakan tentang ketergantungan manusia dengan alam, organisme-organisme produksi social kuno. Dibanding masyarakat borjuis, maka sangat sederhana dan transparan. Tetapi organisme-organisme tersebut ditemukan juga dalam perkembangan individual manusia yang belum dewasa, sehingga menyatukannya dengan sesama manusia dalam komunitas suku primitif sekalipun.

3. Masalah Kesadaran, Struktur Sosial dan Pemanfaatan Kekuatan

Kesadaran manusia yang menentukan keadaannya, tetapi sebaliknya keadaan sosialnyalah yang menentukan kesadarannya. Tetapi didalam pernyataan yang lain, bahwa Marx, seperti Spinoza dan kemudian Freud percaya bahwa sebagian besar dari apa yang dipikirkan manusia secara sadar adalah kesadaran “palsu”, yaitu ideologi dan rasionalisasi. Bahwa dorongan utama perilaku manusia yang sebenarnya tidaklah disadari. Menurut Freud, dorongan tersebut berakar pada dorongan libidinal manusia. Sedangkan menurut Marx, dorongan itu berakar pada keseluruhan organisasi manusia yang mengarahkan kesadarannya menuju titik tertentu dan menghalanginya dari kesadaran akan fakta dan pengalaman tertentu.

Juga perlu dicatat bahwa bagi Marx sains dan semua kekuasaan itu sendiri yang inheren didalam manusia adalah bagian dari kekuatan-kekuatan produksi yang berinteraksi dengan kekuatan alam. Bahkan, sejauh berkenaan dengan pengaruh ide-ide ini pada evolusi manusia.

Marx melihat bahwa kekuatan politik tidak dapat menghasilkan sesuatu jika tidak ada persiapan yang harus melalui proses sosial dan politik. “Kekuatan,” kata Marx, “adalah seorang bidan yang membantu setiap masyarakat yang hamil tua untuk melahirkan masyarakat baru.”

4. Watak Manusia

Marx tidak mempercayai pandangan yang mengatakan bahwa watak manusia itu tidak ada; bahwa manusia dilahirkan seperti sebuah kertas kosong dimana kebudayaan menuliskan teks diatasnya. Berkebalikan dengan relativisme sosiologis, Marx melontarkan ide bahwa manusia qua manusia adalah entitas yang dapat dikenali dan diketahui; bahwa manusia dapat didefiisikan sebagai manusia, bukan hanya secara biologis, anatomis dan fisik tetapi juga psikologis.

Ketika beradu argumantasi dengan Bentham, Marx mengatakan, “untuk mangetahui apa yang bermanfaat bagi anjing, kita harus mempelajari watak anjing, tetapi watak anjing itu sendiri tidak disimpulkan dari azas manfaat. Sama juga dengan manusia, orang yang akan mengkritisi semua perilaku, gerakan, hubungan manusia dan seterusnya dengan azas manfaat. Pertama-tama harus mempelajari watak manusia secara umum dan kemudian mempelajari watak manusia yang telah dimodifikasi oleh setiap kurun sejarah.” Konsep tentang watak manusia ini, bagi Marx juga bagi Hegel, bukan sebuah abstraksi. Tetapi esensi manusia, sebagaimana Marx katakan, “esensi manusia bukanlah abstraksi yang inheren dalam setiap individu yang terpisah.”

Perbedaan antara watak manusia umum dan ungkapan khusus tentang watak manusia disetiap kebudayaan, Marx membedakan 2 jenis dorongan dan hasrat manusia. Pertama, dorongan yang konstan atau tetap seperti lapar dan nafsu seksual, yang merupakan bagian integral dalam watak manusia dan yang dapat diubah hanya dalam hal bentuk dan arahnya diberbagai kebudayaan. Kedua, dorongan yang relatif, yang bukan merupakan bagian integral dalam watak manusia tetapi “yang berasal dari struktur sosial dan kondisi-kondisi produksi dan komunikasi tertentu”. Marx memberikan contoh kebutuhan yang ditimbulkan oleh struktur masyarakat yang capital yaitu kebutuhan terhadap uang. ”Oleh karenanya adalah kebutuhan nyata yang diciptakan oleh ekonomi modern dan hanyalah kebutuhan yang diciptakan…Ini ditunjukkan secara subjektif dan parsial oleh fakta bahwa ekspansi produksi dan ekspansi kebutuhan menjadi sebuah ketundukan yang pintar dan selalu menghitung nafsu yang tidak manusiawi, bejat, tidak alamiah dan imajiner”.

Bagi Spinoza, Goethe, Hegel, serta Marx manusia akan hidup hanya jika ia produktif, menguasai dunia di luar dirinya dengan tindakan untuk mengekspresikan kekuasaan manusiawinya yang khusus dan menguasai dunia dengan kekuasaannya ini. Manusia yang tidak produktif adalah manusia yang reseptif dan pasif, dia tidak ada dan mati. Dalam proses produksi ini, manusia mewujudkan esensinya sendiri, dia kembali kepada esensinya, dalam bahasa teologis dia kembali kepada tuhan.

Dan inilah sesungguhnya hidup yang menciptakan hidup dan kehidupan. Dalamkehidupan seperti ini, aktifitas menempati watak spesiesnya dan aktifitas yang sangat besar adalah watak manusia.

Konsep Marx tentang perwujudan diri manusia dapat sepenuhnya dipahami hanya dalam kaitannya dengan konsepnya tentang kerja. Kerja, erat kaitannya dengan buruh. Menurut Marx buruh yaitu, sebuah aktivitas, bukan sebuah komoditas. Marx sendiri menyebut fungsi manusia sebagai “aktivitas diri,” bukan buruh. Dia juga menganggap penghapusan buruh adalah sebagai tujuan dari sosialisme. Marx menggunakan istilah “emansipasi buruh” dalam membedakan antara buruh yang bebas dan buruh yang teralienasi.

5. Alienasi

Konsep Marx tentang sosialisme adalah pembebasan dari alienasi, mengembalikan manusia menjadi dirinya sendiri atau perwujudan diri. Marx mengatakan bahwa manusia bisa berubah menjadi barang ciptaannya sendiri sebagai hiasan hidupnya. Ketika menganggap dirinya sebagai manusia yang mencipta, justru hanya berhubungan dengan dirinya ketika dia menjadi musyrik. Marx mengungkapkan, kematian dan kekosongan berhala diungkapkan dalam Kitab Perjanjian Lama. “Mata yang mereka miliki tidak melihat, telinga yang mereka miliki tidak mendengar,” dan seterusnya. Semakin manusia memindahkan kekuasaannya pada berhala, semakin dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan semakin ia tergantung pada berhala, semakin sedikit bagian dari dirinya yang asli yang dapat diperolehnya. Berhala dapat berupa patung, negara, gereja, orang atau kepemilikan.

Manusia yang telah tunduk pada kebutuhan-kebutuhannya yang teralienasi adalah “makhluk yang secara mental dan fisik terdehumanisasi…komoditas yang sadar diri dan bertindak sendiri.” Marx berpendapat, “Semakin Anda kurang mengada, semakin Anda kurang mengekspresikan hidup Anda, semakin Anda banyak memiliki, semakin besar alienasi yang Anda alami dan semakin banyak tabungan Anda sebagai makhluk yang teralienasi.”

6. Konsep Sosialisme Marx

Menurut Marx, sosialisme bukanlah sebuah masyarakat dimana individu tersubordinasikan oleh negara, mesin dan birokrasi. Sekalipun negara sebagai pemilik modal yang abstrak adalah majikan, sekalipun seluruh modal sosial dikuasai oleh satu pemilik modal atau satu perusahaan kapitalis, yang demikian ini bukanlah sosialisme. Sosialisme bagi Marx, sebagaimana kata Paul Tillich, “sebuah gerakan resistensi yang menentang penghancuran cinta yang terdapat dalam realitas sosial.”

Marx menentang keras agama karena agama teralienasi dan tidak memenuhi kebutuhan manusia yang sebenarnya. Sehingga Marx menuliskan mottonya, Not those are godless who have contempt for the gods of the masses but those who attribute the opinions of the masses to the gods (bukan orang tidak bertuhan yang jijik dengan tuhan masyarakat tetapi orang yang menjadikan pandangan masyarakat sebagai tuhan).

Sosialisme adalah resolusi definitif atas antagonisme antara manusia dan alam, dan antara sesame manusia. Sosialisme menjadi solusi atas konflik antara eksistensi dan esensi, antara objektifikasi dan penegasan diri, antara kebebasan dan keterikatan, antara individu dan spesies.




read more “KONSEP MANUSIA MENURUT MARX”