Wednesday, May 20, 2009

FATIMA MERNISSI; GELIAT IDEOLOGI KESETARAAN

Fatima Mernissi lahir tahun 1940 di Fez, Maroko. Ia tinggal dan di besarkan dalam sebuah Harem bersama ibu dan nenek-nenreknya serta saudara perempuan lainnya. Sebuah Herem yang di jaga ketat seorang penjaga pintu agar perempuan-perempuan itu tidak keluar. Harem itu juga di rawat dengan baik dan dilayani oleh pelayan perempuan.
Maroko merupakan salah satu dari negara-negara teokrasi dikawasan arab muslim yang masih kental memegang tradisi Patriarki, poligami, herem dan hijab. Dimana praktek yang dianggap sebagai bagian dari tradisi patriarki yang sangat menonjol di kawasan Arab termasuk Maroko pada saat itu.
Fatima Mernissi, salah seorang feminis Arab muslim yang terkenal dan termasuk generasi pertama perempuan Maroko yang mendapat kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Dia kuliah di Universitas Muhammad V di Rabat, kemudian melanjutkan pendidikan untuk menerima gelar doktornya dalam bidang sosiologi di Amerika Serikat pada tahun 1973. Dia kembali ke Maroko untuk mengajar di almamaternya dan bekerja di sebuah lembaga penelitian di Rabat.
Sewaktu Mernissi (panggilan akrab Fatima Mernissi) lahir, para nasionalis maroko berhasil merebut kekuasaan pemerintahan negara dari tangan kolonial Prancis. Ini di akui Mernissi “… jika saya di lahirkan dua tahun lebih awal saya tidak akan memperoleh pendidikan, saya lahir pada waktunyang sangat tepat”. Kaum nasionalis yang berjuang melawan perancis pada waktu itu menjanjikan akan menciptakan Maroko yang baru, negara persamaan untuk semua. Setiap perempuan memiliki hak yang sama atas pendidikan sebagaimana laki-laki. Mereka juga akan menghapus praktek perkawinan poligami.
sejak masa kecil Marnissi mempunyai hubungan yang ambivelen dengan agama. Ini di karenakan adanya perbedaan dan ketegangan cara pandang terhadap Al-Quran yang diterima di sekolah pengajiannya dengan apa yang diterangkan oleh neneknya. Dimana sekolah dia di ajarkan dengan adanya ketegangan, setiap hari dia selalu dituntut untuk menghafal sedangkan neneknya selalu mengajarkan Islam dengan indah, menggunakan gaya bahasa sastra dan kedamaian dalam Islam. Inilah yang melekat dalam diri Mernissi.
Mernissi adalah salah satu tokoh dari sekian feminis muslim yang berusaha melakukan pemurnian pemahaman terhadap konsep-konsep agama khususnya mengenai masalah yang terkait dengan relasi antara laki-laki dan perempuan. Dia melakukan kajiannya melalui pola keritis dan analisis historis, dia memulai menanyakan hal-hal yang merisaukan;
Munkinkah Islam yang dikenal dengan Rahmatal lil ‘alamin mengajarkan diskriminasi pada perempuan?, Apakah benar Sabda Rasul memojokkan perempuan ?, Dan mungkinkah tradisi Islam; kedamaian Islam ada pembeda antara laki-laki terhadap perempuan?
Dalam diri Marnissi terdapat sikap melekat dan sudah bertahun-tahun tertanam dalam dirinya, menurut Mernissi, Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam sangat tergantung pada bagaimana perspektif dan presepsi subjek/manusia terhadapnya. Ayat-ayat suci ini bisa menjadi gerbang untuk meleraikan diri atau bisa juga menjadikan hambatan yang tidak bisa dibatasi. Al-Qur’an, kata Mernisi bisa menjadi pembawa kita kedalam mimpi atau malah pelemah semangat belaka.
Mernissi juga berpendapat, dalam tradisi Islam perempuan kurang adanya publikasi atas perjuangannya, dimana dalam sejarah Islam sendiri, perempuan kurang banyak ditulis, mereka hanya mengedepankan jihad di medan perang dalam kisah-kisah rasul. Bahkan sejarah perempuan hampir tidak tersentuh. Adanya Ratu Bilqis yang memimpin, perjalanan Siti Maryam dengan Nabi Isa. Pada peristiwa-peristiwa tersebut jarang adanya ahli sejarah yang menulis tentang hal tersebut dan begitu pula perempuan-perempuan yang lainnya.
Mernissi juga merasa adanya Hijab antara perempuan dan laki-laki, dalam benaknya selalu bertanya, kalau memang ada hijab kenapa harus ditutupi dan dibatasi.
Nah, dengan beberapa pergolakan pertanyan tersebut akhirnya Fatima Mernissi bangkit dan melakukan gerakan feminisme yang ia mulai dengan melakukan penafsiran-penafsiran Al-Qur’an dan al-Hadits. Riset sejarah dan analisis-sosiologis, Mernissi berusaha menguak dan membongkar pemahaman tersebut dan kemudian memberikan penafsiran alternatif.
Dalam beberapa karyanya, Mernissi juga mencoba menunjukkan bahwa kekurangan-kekurangan yang ada dalam pemerintahan Arab bukanlah karena-secara inheren-ajaran-ajaran religius yang notabenenya menjadi undang-undang dasar pemerintahan tersebut cacat. Namun karena ajaran agama di manipulasi oleh orang yang berkuasa untuk kepentingan dirinya sendiri. Meskipun disatu sisi, Mernissi membela negara arab, ketika negara-negara ini disoroti dan di citrakan negatif oleh pers barat.
Mayoritas karya Mernissi mencoba menggambarkan bahwa ajaran Agama bisa dengan mudah di manipulasi, karenanya Mernissi pun percaya bahwa penindasan terhadap perempuan adalah semacam tradisi yang di buat-buat, bukan ajaran agama Islam. Maka dari itu ia sangat berani dan tidak takut membongkar tradisi yang dianggap sakral oleh masyarakat selama ini.
Sebagai salah satu orang yang ditokohkan sebagai feminis, tulisan-tulisan Mernissi bisa dikatakan tidak semata-mata berisi uraian normatif tetapi juga dengan analisa sosiologinya.
Kajian feminisme tidak akan pernah mati selama patriarki belum terserabut dari akarnya, dan kekerasan terhadap perempuan belum berakhir. Ketiak semua itu masih terjadi, feminisne akan terus tumbuh. Bukan saja Mernissi yang akan menguak akan tetapi akan ada Mernissi-Mernissi yang lain yang akan tumbuh.
Pertanyaannya kemudian, bagaimanakah batasan-batasan ke-perempuan-an dalam Islam, mengingat doktrin normatif memberikan ruang tersendiri bagi perempuan?, apakah kesetaraan gender sebagai antitesis, memberikan sintesis feminisme sebagai alternatif gerakannya?, Wallahu a’lamu!




0 comments:

Post a Comment