Friday, November 21, 2008

TAFSIR SUMPAH PEMUDA

Pada tanggal 28 Oktober 2008, rakyat Indonesia kembali diingatkan tentang sumpah dan komitmen para pendiri bangsa yang merelakan nyawanya demi tegaknya bendera Merah Putih. Perjuangan tanpa pamrih dan solidaritas kebersamaan sebagai satu bangsa ditunjukkan oleh para pejuang kita yang kemudian mengantarkan bangsa ini diakui dunia internasional sebagai Negara yang berdaulat secara de facto.

Namun sejak diproklamirkannya hari sumpah pemuda, semangat solidaritas dan kebersamaan yang terkandung dalam butir-butir sumpah pemuda lebih sekadar diperingati (baca: dirayakan) tanpa upaya untuk memahami filosofi yang terkandung di dalamnya yang kemudian diharapkan kita dapat mengaktualisasikan nilai-nilainya dalam kehidupan.

Ada tiga butir penting yang sekaligus menjadi kalimat keramat pemersatu warga Indonesia yang memiliki keragaman: keyakinan, warna kulit, ras, suku, bahasa, dan lain-lain. Dalam teks aslinya tertulis: 

PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.

KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.

KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.

Dalam butir pertama, para founding father Negara kita ini mengikat diri mereka dengan tanah sebagai tumpah darah mereka. Tanah adalah bahan dasar semua manusia. Mereka berasal dari tanah dan akan kmbali ke tanah, tidak peduli apakah mereka orang Manado, Jawa, Cina, Dayak, dan lain-lain. Ia adalah pelebur perbedaan. Para pendiri bangsa ini melihat bahwa kesamaan tumpah darah dapat menjadi modal kekuatan untuk mengusir penjajah dari tanah tumpah darah. Dalam konteks modern, kesamaan tumpah darah ini dapat dijadikan sebagai spirit anti kolonialisme modern yang sebenarnya tidak kalah berbahaya dibanding imperialisme konvensional yang cenderung kasar. Penjajahan yang berkembang di dunia saat ini berkulit halus dan menipu, tetapi sifat kejahatannya jauh lebih besar dibanding penjajahan jaman dahulu. Betapa tidak, secara wilayah, new imprealisme ini dapat merambah bidang politik, ekonomi, budaya dan lain-lain bahkan di semua sisi kehidupan.. Di bidang ekonomi misalnya, lembaga-lembaga keuangan dunia kerap kali menawarkan "bantuan" kepada Negara miskin seperti kita, namun di balik semua itu, mereka secara halus telah menyuruh untuk menggali tanah untuk kemudian mengubur kita yang menggalinya. Begitu lembut dan halus cara mereka bermain. Dengan kemasan "bantuan", siapa yang tidak tertarik! Maka dengan semangat sumpah pemuda, marilah kita mengorientasikan segala tindakan kita untuk melepaskan diri dari segala bentuk penindasan di segala bidang.

Selanujnya, para pendiri bangsa ini menjadikan semangat kebangsaan atau nasionalisme sebagai pemersatu. Nasionalisme merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Tumbuhnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik dekade pertama abad ke-20. pada waktu itu semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memformulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi rakyat Indonesia.

Dari butir kedua ini, dapat dinyatakan bahwa Keberagaman bukan akar perpecahan tetapi justru menjadi potensi untuk membangun bangsa apalagi jika kita melihat suhu politik di Negara kita yang cenderung tidak stabil terlebih bila sudah mendekati perhelatan pemilihan Bupati, Walikota, Gubenur, dan Presiden yang berpontensi menimbulkan perpecahan. Isu-isu primordialisme, kesukuan atau agama hendaknya tidak dipertentangkan dalam mencari pemimpin bangsa in karena hal itu bertentangan dengan sumpah pemuda butir kedua.

Para pemuda pendahulu dan para founding fathers telah bersepakat dan bersumpah untuk bersatu dan menjadi sebuah bangsa yang besar dan berdaulat penuh. Janganlah kita kecewakan semangat dan sia-siakan sumpah mereka. Kita harus berbangga dan berbesar hati atas keberagaman yang dikarunia Tuhan ini, karena kekuatan bangsa kita justru terletak di keberagaman yang unik ini. Kalau. Musuh bersama bangsa saat ini adalah kemiskinan dan kebodohan. Karena itu, keberagaman yang ada hendaknya dijadikan modal dasar perjuangan melawan kemiskinan dan kebodohan. Salah satunya melalui pendidikan yang berkualitas dan terjangkau.

Butir ketiga yang menjadi perajut kebersamaan bangsa ini terletak pada kekuatan bahasa. Menurut Muhammad Yamin, di antara faktor pemersatu bangsa ini adalah bahasa. 
Sebagai sebuah bangsa yang ingin maju, kita harus menyesuaikan diri dengan perkembangan. Namun bukan berarti kita menanggalkan apalagi meninggalkan identitas kita (baca: bahasa). Pelajarilah bahasa apapun untuk kebaikan bangsa ini. Dengan mengerti bahasa asing diharapkan kita bisa menyerap ilmu-ilmu yang mereka miliki, lalu mentransfer ilmu itu pada orang lain sehingga menjadi sebuah kebaikan dan kemajuan bagi bangsa Indonesia. 

Melalui momentum hari sumpah pemuda, dengan tanpa melihat ras, suku, warna kulit, dan lain-lain, hendaknya kita menancapkan ke dalam sanubari kita sebuah pemahaman bahwa kita memiliki tanah tumpah darah, bangsa, dan bahasa yang satu. Akhirnya, untuk mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang didambakan dan sesuai dengan cita-cita bersama, kita patrikan kalimat " Tak Ada Kau Dan Tak Ada Aku, Yang Ada Hanyalah Indonesia " .





0 comments:

Post a Comment